Selamat datang ke blog Giving ministry

Giving Ministry (GM) : Sebuah pelayanan kerohanian yang bersifat INTERDENOMINASI yang berada dibawah naungan Yayasan Giving Indonesia (YGI).
Lahir di kota Medan-Indonesia, 31 Januari 2009.

VISI : Menjadi tempat persemaian bagi anak-anak Tuhan untuk menggali dan mengembangkan POTENSI baik secara PROFESIONAL dan APOSTOLIK agar berbuah dan siap memberkati kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dan Bangsa-bangsa.

Sabtu, 31 Maret 2012

MENGAKHIRI DENGAN BAIK

Pengkhotbah 7:1-14
Akhir suatu hal lebih baik daripada awalnya. Panjang sabar lebih baik daripada tinggi hati (Pengkhotbah 7:8)

Mana yang lebih mudah? Memulai sesuatu atau melanjutkan dan menyelesaikan sesuatu yang sudah dimulai? Tergantung tipe orangnya. Bagi orang praktis, apalagi kaya ide, memulai sesuatu hanya semudah ia berpikir atau berucap. Namun, bagi orang yang banyak berhitung, membayangkan dulu proses detailnya, memulai sesuatu adalah tantangan besar. Perlu energi besar untuk mengambil langkah pertama. Sementara bagi yang mudah memulai, energi lebih besar diperlukan untuk tetap bertekun dan tak cepat beralih memulai hal lain lagi. 
Perkataan Pengkhotbah dalam ayat pilihan hari ini menarik. Ia tidak cuma menunjukkan suatu perbandingan yang dihayatinya benar: “Akhir suatu hal lebih baik daripada awalnya”. Ia juga menyertakan kualifikasi pendukungnya: “Panjang sabar lebih baik daripada tinggi hati”. Untuk setia sampai akhir jelas dibutuhkan kesabaran yang panjang. Dan, kita perlu waspada agar tidak tergoda untuk berhenti dari sesuatu yang belum selesai karena tinggi hati. Karena takut ketahuan gagal, misalnya; atau bosan; atau tidak siap menjalani proses “perendahan” dan pemurnian karakter yang semakin berat dan sulit. 
Yesus telah memberi teladan agung saat Dia melapor kepada Bapa: “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku” (Yohanes 17:4). “Dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat” (Filipi 2:8). Apakah kita juga rindu memuliakan Tuhan dalam pekerjaan dan pelayanan kita? Mari tunaikan tugas yang dipercayakan kepada kita dengan tidak setengah hati dan juga tidak setengah jadi.

KITA DIPANGGIL TIDAK HANYA UNTUK MEMULAI SUATU PEKERJAAN BAIK,
TETAPI JUGA UNTUK MENYELESAIKAN DAN MENGAKHIRINYA DENGAN BAIK.

Written by Okdriati Santoso 

Jumat, 30 Maret 2012

SEPERTI BARNABAS

1 Korintus 9:1-12
Atau hanya aku dan Barnabas sajakah yang tidak mempunyai hak untuk dibebaskan dari pekerjaan tangan? (1 Korintus 9:6)

Nama Barnabas pertama kali disebut sebagai salah satu anggota jemaat mula-mula di Yerusalem dalam Kisah Para Rasul 4:36-37. Barnabas berarti “anak penghiburan”, dan memang ia hidup sesuai namanya. Ia menjual ladang miliknya dan mempersembahkan uangnya untuk dipakai membantu jemaat yang kekurangan. Saat Paulus baru bertobat dan banyak  yang curiga pada bekas penganiaya jemaat itu, Barnabaslah yang mendampingi dan membelanya.
Dalam bacaan hari ini kita menjumpai namanya lagi. Bersama Paulus, rekannya, Barnabas tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama melayani di Korintus (ayat 6). Sebenarnya wajar saja jika jemaat membiayai hidup Barnabas dan Paulus, karena mereka telah melakukan banyak hal untuk melayani jemaat, tetapi mereka tidak mempergunakan hak itu. Mengapa? Karena tujuan utama mereka adalah membawa orang bertobat dan datang pada Tuhan (ayat 12b), bukan mencari uang. Barnabas memandang uang, tenaga, dan keterampilan kerjanya bukan sebagai hak, tetapi sarana untuk ia pakai melayani.
Kadangkala fokus pelayanan kita juga bisa berangsur kabur. Di tengah dunia yang memberi definisinya sendiri tentang keadilan, bisa jadi kita mulai berhitung apakah pelayanan kita telah cukup dihargai. Perhatian kita lebih tertuju pada hak-hak yang menurut kita harus kita terima, daripada memikirkan bagaimana menggunakan hak melayani yang Tuhan berikan. Seperti Barnabas, mari arahkan fokus kita pada tujuan yang seharusnya, membawa orang makin mengenal dan mengasihi Tuhan. Dan, mari pakai tiap sumber daya yang Tuhan sediakan untuk saling melengkapi dalam tubuh Kristus, guna mencapai tujuan tersebut.

MEMBERITAKAN TUHAN ADALAH TUJUAN KITA MELAYANI;
TIAP SUMBER DAYA ADALAH SARANA KITA BERSAMA MENCAPAI TUJUAN INI.

Written by Elisabeth Chandra 

Kamis, 29 Maret 2012

BERBAGI KARUNIA ROHANI

Roma 1:8-15
Sebab aku ingin sekali melihat kamu untuk berbagi karunia rohani supaya kamu dikuatkan (Roma 1:11)

Apakah karunia rohani Anda? Cukup banyak metode yang tersedia bagi kita untuk mengenali karunia-karunia rohani. Namun, hati-hati jangan sampai terlalu sibuk “mencari tahu” apa karunia yang dimiliki dan tidak sibuk “mencari kesempatan” menggunakan karunia itu sebagaimana mestinya.
Meski dalam suratnya Paulus mendaftarkan beberapa contoh karunia rohani, ia selalu mengingatkan bahwa karunia-karunia itu diberikan agar jemaat Tuhan dapat saling melayani (lihat 1 Korintus 12, 14). Dalam bacaan hari ini kita melihat kerinduannya untuk menguatkan iman jemaat di Roma dengan karunia rohaninya (ayat 11). Alkitab Terjemahan Baru Edisi 2 menerjemahkan bagian ini: “untuk berbagi karunia rohani”, bukan “untuk memberikan karunia rohani”. Paulus tidak bermaksud datang untuk memberikan karunia-karunia rohani, melainkan untuk menggunakan karunia rohaninya bagi pertumbuhan iman orang-orang percaya di Roma.
Dalam salah satu khotbah, John Piper mengingatkan jemaat­nya: “Apa pun kemampuan yang dimiliki, jika dalam menggunakannya kita tidak bergantung pada Tuhan dan tidak bertujuan untuk menolong orang lain bergantung pada Tuhan, maka kemampuan itu bukanlah ‘karunia rohani’. Tidak ‘rohani’ karena tidak ada pekerjaan Roh Kudus yang mengalir dari iman kita kepada iman orang lain.” Mari tidak berfokus untuk sekadar “menemukan” karunia rohani. Lihatlah ke sekitar Anda. Adakah orang yang butuh dikuatkan imannya? Bawalah orang itu dalam doa dan mohon Roh Kudus memampukan Anda menolong orang itu. Anda akan menemukan bahwa Tuhan sungguh memberikan karunia-karunia rohani yang diperlukan anak-anak-Nya untuk melayani Dia!

KARUNIA ROHANI BUKAN KEMAMPUAN YANG DIKENALI UNTUK DISIMPAN,
NAMUN UNTUK DIGUNAKAN BAGI KEPENTINGAN PEMBERINYA.

Written by Elisabeth Chandra 

Rabu, 28 Maret 2012

DITEMPATKAN UNTUK MELAYANI

Nehemia 1:1-11
Ketika itu aku ini juru minuman raja (Nehemia 1:11)

Pernah membayangkan bekerja sebagai juru minum raja? Mencicipi minuman terbaik dari seluruh penjuru negeri sebelum dinikmati raja, ikut ke mana pun raja pergi, tinggal di istananya, menjadi orang kepercayaannya, tampaknya menyenangkan, ya? Itulah profesi Nehemia. Cukup mengherankan mengingat nenek moyang Nehemia berasal dari Yehuda, yang dijajah Babel, dan kemudian dikuasai kerajaan Persia (2 Tawarikh 36:20). Jika raja Persia hendak memilih orang kepercayaan, mengapa memilih dari kaum jajahan, yang bisa saja ingin meraih kemerdekaan sendiri?
Menarik untuk memperhatikan bagaimana kesempatan ini diberikan Tuhan untuk menggenapi rencana-Nya (ayat 9). Dia tidak menempatkan Nehemia menjadi seorang imam atau pemuka agama. Tetapi justru sebagai juru minum dan nantinya juga sebagai bupati (Nehemia 5:14). Firman Tuhan membuat Nehemia mengerti bahwa rencana Tuhan bagi bangsanya belum selesai. Dengan kerinduan membawa bangsanya kembali beribadah pada Tuhan, ia pun mohon pertolongan Tuhan untuk bertindak (ayat 10-11). Kesempatan dan kemampuan yang ia miliki tidak dipakai untuk mengejar kenyamanan hidup, tapi untuk melayani Tuhan.
Banyak orang merasa baru “melayani” Tuhan jika ikut paduan suara, mengajar sekolah minggu, atau menjadi pendeta. Jika Tuhan berencana agar semua bangsa mengenal dan menyembah-Nya (Matius 28:19-20), tentu Dia tidak menghendaki anak-anak-Nya melayani hanya di dalam gedung-gedung gereja. Namun, Dia juga ingin kita memengaruhi dunia melalui berbagai bidang profesi: pemerintahan, pen­didikan, media, dan sebagainya. Di manakah Dia menempatkan Anda?

TUHAN MEMBERI KITA BERBAGAI KESEMPATAN DAN KEMAMPUAN
AGAR NAMA-NYA DIMULIAKAN DI SEGALA BIDANG KEHIDUPAN

Written by Elisabeth Chandra 

Selasa, 27 Maret 2012

BONGKAR MUATAN

1 Korintus 12:1-11

Ada berbagai karunia, tetapi satu Roh. Ada berbagai pelayanan, tetapi satuTuhan.Ada pula berbagai perbuatan ajaib, tetapi Allah yang sama juga yang mengerjakan semuanya dalam semua orang (1 Korintus 12:4-6)

Sebuah gambar mengilustrasikan gereja seperti gerobak yang ditarik susah payah oleh seorang pemimpin di depan dan didorong beberapa orang dari belakang. Roda gerobak itu terbuat dari kayu berbentuk kotak. Sementara, muatan gerobak ini adalah roda-roda karet yang bundar. Seperti gerobak itu, banyak gereja “dijalankan susah payah” oleh beberapa pemimpin dan aktivis. Sebagian besar jemaat mungkin seperti “roda-roda karet bundar” itu, tidak memahami di mana dan bagaimana harus melayani. Lalu, bagaimana kita dapat mengenali tempat dan panggilan pelayanan kita?
Paulus memberitahu jemaat di Korintus bahwa tiap anggota tubuh Kristus telah diberi beragam karunia (ayat 11), untuk dipakai bagi kepentingan bersama (ayat 7). Perhatikan tiga kalimat dengan struktur yang sama dalam ayat 4-6, tiap kali dengan perbedaan kata: karunia (kharisma), pelayanan (diakonia), dan perbuatan ajaib (energema). Kharisma merupakan kemampuan istimewa dari Tuhan untuk melayani-Nya. Diakonia tak hanya berarti pelayanan secara umum, tetapi juga bidang pelayanan di mana kemampuan tersebut paling baik digunakan. Energema adalah pengalaman akan pemberdayaan dan kuasa Roh Tuhan ketika kita melayani.
Tiap jemaat dapat terlibat melayani di tempat yang tepat dengan mengenali kemampuan yang Tuhan berikan, bidang keterbebanan di mana karunia tersebut paling baik digunakan, dan mengalami kuasa dari Tuhan ketika melakukannya. Mari kita bongkar muatan: temukan, kembangkan, dan pergunakan anugerah Tuhan yang disediakan bagi kita untuk terlibat dalam karya-Nya, di tengah tubuh Kristus dan di tengah dunia.

KENALI APA YANG TUHAN INGIN KITA KERJAKAN MELALUI KEBERADAAN KITA
DI TENGAH JEMAAT-NYA, DI TENGAH DUNIA MILIK-NYA

Written by Johan Setiawan

Senin, 26 Maret 2012

REFORMASI KEDUA

1 Petrus 4:7-11
Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengelola yang baik dari anugerah Allah (1 Petrus 4:10)

Berapa banyak orang-orang percaya yang “menganggur” di kerajaan Allah? Hasil survei nasional yang dilakukan Gallup di A.S. mendapati bahwa 10% anggota gereja yang aktif melayani secara pribadi, 50% tidak tertarik untuk melayani, dan 40% tertarik untuk melayani, tetapi tidak pernah diminta atau tidak tahu bagaimana. Kira-kira bagaimana hasilnya jika penelitian yang sama juga dilakukan di gereja atau persekutuan kita?
Pesan Alkitab sangat jelas. Alkitab memerintahkan setiap orang untuk melayani (ayat 10). Itu berarti 100% orang percaya, tanpa kecuali. Penggeraknya? Kasih yang sungguh-sungguh (ayat 8). Perlengkapannya? karunia yang sudah diberikan pada setiap orang percaya (ayat 10). Tanggung jawabnya? Memakai dan mengelola karunia yang sudah dianugerahkan Tuhan, baik itu karunia dalam perkataan maupun tindakan praktis (ayat 10-11). Tujuannya akhirnya? Supaya Allah dimuliakan (ayat 11).
Tuhan dimuliakan melalui komunitas orang percaya ketika anggota-anggotanya saling melayani satu sama lain dengan kasih. Namun, dalam praktiknya bukankah di berbagai tempat kita mendapati hanya segelintir orang tertentu yang sibuk melayani dan kebanyakan jemaat sibuk mengkritik sebagai penonton? Elton Trueblood berkata: “Jika reformasi yang pertama telah mengembalikan Firman Allah kepada umat Allah, kita sekarang memerlukan reformasi kedua untuk mengembalikan pekerjaan Allah kepada umat Allah.” Elton benar. Pekerjaan Allah adalah pelayanan dari seluruh orang percaya, bukan hanya orang-orang tertentu. Mari memulai reformasi kedua ini. Dari diri sendiri. Dari komunitas terdekat kita.

RANCANGAN ALLAH: PEKERJAAN ALLAH DIKERJAKAN BAGI KEMULIAAN ALLAH
OLEH SELURUH UMAT ALLAH.

Written by Johan Setiawan 

DIAKONIA

Kisah Pr. Rasul 6:1-7
Firman Allah makin tersebar, dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam menyerahkan diri dan percaya (Kisah Pr. Rasul 6:7)

Teladan jemaat mula-mula terus menantang kita hingga kini. Suatu komunitas orang percaya yang “sehati dan sejiwa” (Kisah Para Rasul 4:32) dan di antara mereka “tidak ada seorang pun yang berkekurangan” (Kisah Para Rasul 4:32). Namun, sebagaimana semua komunitas di dunia ini, masalah cepat atau lambat akan muncul. Ada keluhan yang berkaitan dengan pelayanan yang dirasakan kurang adil (ayat 1). Jika tidak diatasi dengan bijak, bisa berbuntut pada krisis perpecahan dalam jemaat.
Penyebab awalnya adalah karena jumlah murid-murid bertambah (ayat 1). Meningkatnya jumlah ini juga diikuti dengan meningkatnya “pelayanan meja” yang perlu diperhatikan, yaitu kebutuhan sehari-hari dari jemaat yang berkekurangan (ayat 2). Para rasul segera bertindak dengan mengangkat tujuh orang untuk menanganinya (ayat 3). Meskipun penulis kitab ini tidak menggunakan kata diaken, tetapi peristiwa ini meletakkan fondasi bagi pengaturan pelayanan diakonia yang kita kenal sekarang, yaitu membantu orang-orang yang membutuhkan. Hasilnya? Firman Tuhan semakin tersebar dan jumlah murid semakin bertambah (ayat 7)!
Pemberitaan Firman dan diakonia tidak dapat dipisahkan. Diakonia merupakan buah dari pemberitaan Firman sekaligus jembatan bagi pemberitaan Firman. Jemaat Tuhan tidak bisa hanya memperkatakan kasih Tuhan dalam Alkitab tanpa menerapkannya dalam tindakan nyata. Supaya berjalan maksimal, pengelolaan diakonia perlu ditugaskan pada orang-orang tertentu, namun tanggung jawab diakonia ada pada seluruh jemaat Tuhan yang rindu membuat nama Kristus dikenal. Satu diakonia apakah yang dapat Anda lakukan hari ini?

ORANG TAK HANYA MENDENGAR TAPI JUGA MELIHAT JEMAAT TUHAN.
APAKAH YANG MEREKA LIHAT SELARAS DENGAN YANG MEREKA DENGAR?

Written by Johan Setiawan 

KUALITAS PELAYAN KRISTEN

1 Timotius 3:1-13
Karena mereka yang melayani dengan baik beroleh kedudukan yang baik sehingga dalam iman kepada Kristus Yesus mereka dapat bersaksi dengan leluasa (1 Timotius 3:13)

Ketika Paulus membuat daftar kualifikasi bagi para pemimpin dan pengajar dalam jemaat, ada yang mena-rik dari daftar tersebut. Hanya satu keterampilan yang dirujuknya, yaitu “cakap mengajar”. Selebihnya adalah daftar karakter dan kesaksian hidup. Prinsip pelayanan seperti apa yang hendak Paulus tekankan melalui daftar tersebut?
Paulus melanjutkan dengan daftar kedua, yaitu bagi para diaken, orang-orang yang dipercaya memperhatikan anggota jemaat yang berkekurangan (ayat 8-13). Ternyata prinsipnya sama. Lagi-lagi karakter dan kesaksian hidup mendominasi daftarnya. Para pelayan haruslah orang yang sudah mengenal Allah (bertobat) dan bukan sekadar seorang yang suka dengan kegiatan kekristenan. Ia diharapkan memiliki waktu cukup untuk membuktikan pertobatannya terlebih dahulu sebelum diharapkan untuk melayani secara khusus di hadapan publik. Ia harus terbukti bertumbuh dan memperlihatkan watak kristiani yang baik. Mutu hidup tersebut akan menjadi kesaksian dan juga akan meminimalkan batu sandungan yang akan menghambat pelayanannya. Kehidupan yang baik akan membuat seseorang melayani dengan leluasa. Pada kenyataannya, bukankah banyak pelayanan gagal dan para pelayan tersandung karena karakter buruk dan bukan karena kurangnya keterampilan?
Minat dan kesediaan untuk melayani bukanlah satu-satunya kriteria bagi seorang pelayan. Justru kerinduan yang kuat untuk melayani harus dibuktikan dengan keinginan untuk memberikan yang terbaik dalam pelayanan. Apakah kita serius mengurus ka­rakter atau cara hidup kita yang menghambat dan merusak pelayanan? Karakter dan perilaku yang manakah itu?

PELAYAN YANG MENJAGA MUTU HIDUPNYA
MENJAGA NAMA BAIK TUANNYA
Written by Petrus Budi Setyawan 

GEMA FIRMAN TUHAN

1 Tesalonika 1:2-10
Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersebar kabar tentang imanmu kepada Allah ... (1 Tesalonika 1:8a)

Gordon Maxwell, penginjil di India, meminta seorang pelajar Hindu untuk mengajarkan bahasa India kepadanya. Di luar dugaan si pelajar menjawab: “Tidak, Sahib (artinya Tuan), saya tak bersedia mengajarkan bahasa saya kepada Anda. Anda akan menjadikan saya Kristen. Tak seorangpun tahan tinggal bersama Anda dan tetap tidak menjadi Kristen.” Begitu kuatnya kesaksian hidup Gordon hingga orang-orang yang berinteraksi dengannya tidak bisa tidak diubahkan hidupnya.
Kesaksian yang kuat juga ditunjukkan oleh jemaat di Tesalonika. Firman Tuhan bergema melalui hidup mereka, bukan hanya bagi saudara-saudara seiman di Makedonia dan Akhaya, melainkan juga di berbagai tempat lain (ayat 8). Gema itu memberitahukan tentang Allah yang benar, yang tak dapat disandingkan dengan berhala-berhala manusia (ayat 9), yang memberikan keselamatan dan pengharapan di dalam Yesus Kristus (ayat 10), yang mengubahkan hidup mereka melalui karya Roh Kudus (ayat 6). Allah yang hidup dan benar inilah yang kini mereka layani dengan segenap hati, bahkan di tengah-tengah situasi sulit.
Jika kita bertanya kepada orang di sekitar kita, apa yang kira-kira akan mereka katakan tentang Allah yang kita sembah dan layani? Di hari Nyepi ini, kita mengingat masih ada banyak saha­bat yang belum mengenal Dia. Mari kita senantiasa berdoa untuk mereka dan biarlah Firman Allah terus bergema melalui perkataan dan perilaku kita.

PERKATAAN DAN PERILAKU HIDUP YANG SESUAI FIRMAN TUHAN
ADALAH PENUNJUK JALAN BAGI ORANG UNTUK MENGENAL TUHAN.

Written by Ani Roseva Siahaan 

Kamis, 22 Maret 2012

PELAMAR PELAYANAN

2 Korintus 4:1-5
Oleh rahmat Allah kami telah menerima pelayanan ini. Karena itu, kami tidak tawar hati (2 Korintus 4:1)

Pernahkah Anda melihat atau setidaknya membayangkan kegembiraan seorang pelamar pekerjaan ketika ia dinyatakan diterima? Ia merasa sangat beruntung dan akan berterimakasih kepada mereka yang menetukan nasib baiknya tersebut. Ia pasti merasa berhutang budi kepada sang pemberi pekerjaan. Dalam pelayanan, pernahkah kita berpikir siapa bos dan siapa yang menjadi “pelamar pelayanan”?
Mengingat latar belakang hidup Paulus yang kelam, mendapatkan pengampunan atas segala dosanya saja sudah merupakan anugerah besar. Akan tetapi lebih dari itu, ia dipercaya menjadi rekan sekerja Allah untuk pekerjaan besar dan penting. Ia kemudian menjadi Rasul yang sangat giat dan militan karena ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Ia sadar, sebagai bekas seteru Allah, untuk melamar memohon pelayanan dan minta untuk dipercayai, ia sebenarnya tidak pantas. Kalau ia memperoleh lebih dari itu, bukankah itu sungguh karena belas kasihan dan kemurahan dari Allah Sang Pemilik pelayanan?
Sadarkah kita, seringkali kita bersikap seperti bos dan memperlakukan Allah seperti “pelamar pekerjaan”? Seringkali kita merasa “membantu” Allah dan menanam jasa ketika kita memutuskan untuk melayani. Mungkin kita merasa kalau kita berkata “ya” maka Allah akan sangat berterima kasih atas keputusan tersebut. Ini sebuah konsep yang tidak pantas terhadap Allah. Sadarlah, kalau kita diberi kesempatan melayani dalam bentuk apa pun, itu karena belas kasihan dan kemurahan Allah. Syukurilah dan manfaat kesempatan istimewa tersebut dengan bertanggung jawab atas anugerah-Nya. Hormatilah kepercayaan Allah!
DIAMPUNI DAN MELAYANI:
KEDUANYA ADALAH BELAS KASIHAN DAN KEMURAHAN.

Written by PBS

Selasa, 20 Maret 2012

HOBI MENYALAHKAN

2 Samuel 12:1-14
Lalu berkatalah Daud kepada Natan: “Aku sudah berdosa kepada Tuhan.” Dan Natan berkata kepada Daud: “Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau tidak akan mati.” (Samuel 12:13)

Seorang pecandu narkoba ditanya mengapa ia bisa kecanduan. Ia pun bercerita panjang lebar tentang orangtua yang sering memarahinya, saudaranya yang tidak mengasihinya, pacar yang memutuskan hubungan cinta dengannya, juga guru dan teman-teman yang sering merendahkannya. Sang pecandu menyalahkan semua orang kecuali dirinya sendiri.
Awalnya raja Daud juga menyalahkan orang kaya yang dilaporkan nabi Natan (ayat 5). Tak disangkanya, si orang kaya itu adalah cerminan dirinya. Ia sendii yang sudah merampas milik orang lain. Saya membayangkan Daud tercengang-cengang karena dosa yang dilakukannya secara sembunyi-sembunyi dibeberkan panjang lebar oleh nabi Natan (ayat 7-12). Sebagai raja, Daud bisa saja berdalih dan mencari alasan-alasan pembenaran, bahkan memecat Natan karena berani menegurnya. Namun ia sadar, ini adalah teguran dari Tuhan yang Mahatahu. Ia berdosa, bukan hanya pada sesama, tapi juga di hadapan Tuhan! Kesadaran ini  membuat ia tak menuding orang lain atau situasi. Meski ia seorang raja besar, dengan jujur dan penuh sesal ia mengaku di hadapan Natan, “Aku sudah berdosa ....”
Sebagai keturunan Adam, kita semua cenderung memiliki hobi menyalahkan orang lain. Kita ingin dianggap benar dan terhindar dari hukuman. Kita ingin tetap dianggap baik dan dihormati orang. Kita ingin terhindar dari rasa malu dan tuntutan Tuhan Yang Mahatahu. Patutlah kita belajar untuk mengakui dosa sebagaimana yang Daud lakukan. Pengakuan dan penyesalan yang sungguh-sungguh merupakan bagian dari pertobatan dan perubahan hidup. Tuhan yang setia dan adil menghargai pengakuan yang jujur di hadapan-Nya (lihat 1 Yohanes 1:9).

TUHAN MENGHARGAI PENYESALAN DARI HATI YANG HANCUR.
DIA MENGAMPUNI DOSA-DOSA YANG DIAKUI DENGAN JUJUR.

Written by Heman Elia 

Senin, 19 Maret 2012

OBAJA DAN EDOM

Obaja 1-7
Keangkuhan hatimu telah memperdayakan engkau ... (Obaja 3)

Tahukah Anda siapa Obaja? Setidaknya ada sebelas orang lain bernama sama yang disebutkan di Alkitab, tetapi satu pun tidak ada hubungannya dengan penulis kitab terpendek Perjanjian Lama ini. Tak ada catatan tentang asal usulnya. Satu-satunya yang kita tahu, Tuhan berkenan menyampaikan Firman-Nya melalui Obaja. Kontras dengan latar belakang si penulis, isi tulisannya berbicara tentang Edom, suatu bangsa yang besar dan terkenal, keturunan Esau. Ada banyak orang pintar di Edom, juga para pahlawan yang kuat (ayat 8-9). Namun, Tuhan tidak terkesan dan justru meng­hakimi mereka. Mengapa?
Ayat 3 menyebutkan sebabnya. Angkuh. Ya, Edom merasa diri hebat dibanding Israel dan bangsa-bangsa lain. Seperti elang yang terbang tinggi, aman dari jangkauan manusia, ia merasa aman karena kehebatannya (ayat 4). Keangkuhan mengaburkan akal sehatnya, membuatnya tak dapat melihat keterbatasan dan kebutuhannya akan Tuhan. Melihat Edom, Tuhan muak. “Aku akan menurunkan engkau,” firman-Nya. Bukan hanya diturunkan, tetapi dihinakan sangat dan dihancurkan sampai tak bersisa (ayat 2, 5-6).
Ketika kita merasa diri cukup baik, tidak seperti orang lain yang punya kekurangan ini dan itu, ketika hanya bisa melihat kesalahan sesama dan kebaikan diri sendiri, ketika kita merasa Tuhan tidak perlu campur tangan karena kita bisa mengatasi sendiri, waspadalah! Seperti Edom, kita sedang diperdaya keangkuhan dan Tuhan tidak suka melihatnya. Ketika merasa karya kita tak berarti dan tak banyak orang menghargai, meski bersungguh hati mengikut Tuhan, ingatlah Obaja yang tidak dikenal dan bagaimana Tuhan mengenal dan berkenan memakainya.

BERILAH AKU HATI YANG HANCUR DI HADAPAN-MU YA, TUHAN,
DARIPADA HIDUP YANG DIPERDAYA KEANGKUHAN DAN KAU HANCURKAN.

Written by Elisabeth Chandra 

Sabtu, 17 Maret 2012

DIBUANG VS. DIUTUS

Yeremia 29:1-14
Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu (Yeremia 29:7)

Dua pemuda hanya diterima di Perguruan Tinggi Negri (PTN) pilihan terakhir mereka. Meski kecewa keduanya pun mulai kuliah. Bedanya, yang pertama merasa “terbuang” dan sekadar bertahan; sedangkan yang kedua kuliah sebaik mungkin, karena percaya Tuhan punya rencana indah dengan menempatkannya di sana. Ia menjadi mahasiswa yang meraih prestasi berskala nasional, membuat bangga baik kampus maupun orangtuanya.
Allah, melalui nabi Yeremia, meminta umat-Nya dalam pembuangan memilih sikap seperti mahasiswa kedua tadi. Sebagai keturunan Abraham, bangsa Israel telah dipilih untuk diberkati dan memberkati segala bangsa (bandingkan Kejadian 12:1-3). Memang tujuh puluh  tahun di Babel adalah hukuman atas pelanggaran mereka, namun rancangan berkat Allah tetap akan digenapi pada waktu-Nya (ayat 10-14). Tak heran Allah mengutus mereka mengusahakan shalom di tempat yang tidak mereka suka itu (ayat 7). Allah mau mereka hidup normal, bahkan maksimal (ay 4-6), sebagai wujud kesaksian umat pilihan-Nya di tengah bangsa asing. Dalam perspektif surga, bangsa yang dibuang itu sebenarnya juga sedang diutus Allah.
Baru pindah rumah, kuliah, atau bekerja di tempat yang tidak kita sukai? Sebagai murid Kristus, kita punya dua pilihan sikap. Pertama, kita bisa berkata: “Tempat dan orang-orang yang tak kusukai ini tidak menjanjikan masa depan buatku!” Kedua, kita bisa berkata: “Aku akan lakukan yang terbaik. Allah ada di tempat ini, dan Dia punya rencana atas hidupku, juga atas tempat dan orang-orang yang tidak kusuka ini melalui hidupku.” Sikap mana yang Anda pilih?

SEORANG BUANGAN SEKADAR BERTAHAN, TETAPI SEORANG UTUSAN
MENJAGA KESAKSIAN DAN MENGUSAHAKAN PERUBAHAN

Written by Iwan Catur Wibowo

Jumat, 16 Maret 2012

SESAMA VERSI SIAPA?

Lukas 10:25-37
… kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Lukas 10:27b)

Operator telepon seluler di Indonesia berlomba-lomba memberikan tarif yang termurah bagi pelanggan, meski tarif murah itu berlaku hanya untuk sesama operator. Asal bertelepon dan berkirim pesan sesama operator, pasti menguntungkan. Saya pun mengamati munculnya kata sesama versi baru. Sesama berarti berada dalam komunitas yang sama, menggunakan jasa yang sama, dan menikmati keuntungan yang sama.
Kata sesama juga muncul dalam Hukum Kasih yang sudah turun-temurun diperdengarkan di kalangan orang Israel. Ketika seorang Ahli Taurat bertanya kepada Tuhan Yesus mengenai siapakah sesamaku manusia itu, Tuhan Yesus sama sekali tidak menjawab tentang kesamaan bangsa, kepandaian, agama, jenis kelamin, status sosial, maupun fasilitas yang diterima. Sangat menarik! Yesus justru memberikan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Tatkala ada seseorang yang jatuh ke tangan penyamun, dirampok, dipukul, dan ditinggalkan tak berdaya di jalan, siapakah yang turun menolong (ayat 30)? Imam dan orang Lewi, yang terkenal karena reputasi keagamaannya, melintasi jalan itu, tetapi tidak menggubris juga tidak berbelas kasih. Lalu, lewatlah orang Samaria. Ia menolong orang tersebut sampai tuntas dan pulih.
Orang Samaria bukan berasal dari komunitas sesama. Ia tidak menikmati keuntungan dari menolong orang yang tertimpa musibah itu. Ia justru harus repot, kehilangan waktu, tenaga, dan dana. Namun, inilah versi sesama yang Tuhan Yesus tegaskan kepada ahli Taurat, yaitu siapa pun yang menunjukkan hati yang berbelas kasih kepada orang yang membutuhkan—seperti hati-Nya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah Anda dan saya menjadi sesama versi Tuhan Yesus?

KASIHILAH SESAMAMU MANUSIA!

Written by Sicillia Leiwakabessy 

Kamis, 15 Maret 2012

INIKAH KEHENDAK TUHAN?

Kejadian 24:1-9
Tuhan Allah, ... Dialah juga yang akan mengutus malaikat-Nya berjalan di depanmu, sehingga engkau dapat mengambil seorang isteri dari sana untuk anakku (Kejadian 24:7)

Betapa menyenangkan jika kita bisa memastikan apa kehendak Tuhan setiap hari. Apa yang harus dilakukan dalam keluarga, pekerjaan, pendidikan anak, dan sebagainya. Seperti Abraham yang begitu yakin dalam langkah-langkahnya mencarikan isteri bagi Ishak, anaknya. Begitu yakinnya hingga ia berkata Tuhan akan mengutus malaikat-Nya untuk mewujudkan hal itu (ayat 7).
Bagaimana Abraham memastikan bahwa Tuhan menghendaki Ishak menikah, bahwa isterinya tidak boleh berasal dari Kanaan (ayat 3), dan bahwa Ishak tak boleh kembali ke negeri asalnya (ayat 6)? Bukankah Tuhan tak pernah memerintahkannya secara detail? Kita melihat bahwa keyakinan Abraham berasal dari imannya kepada Firman yang sudah Tuhan berikan. Tuhan berjanji ia akan menjadi bangsa yang besar melalui keturunan Ishak (lihat Kejadian 17:15-19; 22:16-18). Karena itu, Abraham tak ragu Ishak harus menikah. Tuhan juga berfirman akan menghukum orang-orang Kanaan karena kejahatan mereka (lihat Kejadian 15:16, orang Amori mewakili para penyembah berhala di Kanaan). Jelas bagi Abraham, Ishak tak boleh beristerikan orang Kanaan. Tuhan juga telah memanggil Abraham keluar dari negerinya untuk memiliki tanah Kanaan (li­hat Kejadian 13:14-15; 15:18-21). Abraham percaya janji Tuhan sehingga ia tak memperbolehkan Ishak kembali ke negeri asalnya.
Kerap kita ingin mengetahui kehendak Tuhan, tapi begitu sedikit memperhatikan, merenungkan, dan memercayai Firman yang sudah diberikan-Nya pada kita. Hanya ketika kita bertekun dan menaati apa yang sudah difirmankan Tuhan, kita dapat memiliki iman seperti Abraham, “Saya tak tahu segalanya, tapi saya tahu ini selaras dengan Firman Tuhan, jadi saya akan bertindak ....”

KEHENDAK TUHAN DAPAT MAKIN DIPAHAMI DAN DIIMANI
HANYA JIKA FIRMAN-NYA MENGISI PIKIRAN KITA SETIAP HARI

Written by Elisabeth Chandra 

Rabu, 14 Maret 2012

LAYAK DIPERCAYA

Kejadian 39:1-23
Sebab itu kepala penjara mempercayakan semua tahanan dalam penjara itu kepada Yusuf, dan segala pekerjaan yang harus dilakukan di situ, dialah yang mengurusnya (Kejadian 39:22)

Saya mengenal sebuah persekutuan gereja-gereja mengusung tema tahunan: ”Komunitas yang Layak Dipercaya”. Gereja ini sadar bahwa kesaksian hidup umat kristen secara utuh mesti sedemikian mantap hingga membuat siapa pun yang berurusan dengannya juga merasa mantap, nyaman, tenteram, dan aman. Namun, dalam tempat atau situasi tertentu, bisa jadi praktiknya tidak mudah.
Perbedaan tempat, perbedaan situasi tidaklah meredupkan kualitas hidup Yusuf. Di mana pun ia berada, orang percaya kepadanya dan memercayakan pekerjaan penting kepadanya. Di rumah Potifar yang mewah, maupun dalam penjara yang keras (ayat 4, 22). Mengapa bisa demikian? Karena Yusuf pintar dan terampil dalam hal manajemen? Bisa jadi. Namun bagi penulis kitab Kejadian, alasan utamanya adalah karena ”Tuhan menyertai Yusuf dan membuat apa yang dikerjakannya berhasil” (ayat 2, 23). Yusuf menyadari hal itu. Ia tahu Tuhan memperhatikan pilihan-pilihan yang ia ambil saat bekerja (ayat 9), karena itu tentu ia senantiasa melakukan yang terbaik sebagai wujud penghormatan dan kasihnya pada Tuhan.
Semua orang tentu ingin disertai Tuhan seperti Yusuf dan berhasil. Namun, apakah kita juga sungguh menyertakan Tuhan dalam apa yang kita kerjakan?  Menyertakan Tuhan berarti peduli pada pilihan-pilihan yang selaras dengan Firman-Nya, apa pun situasinya. Pilihan-pilihan yang demikian dapat dipercaya. Sudah seharusnya orang-orang yang bersentuhan hidup dengan kita merasa mantap dan aman, karena tahu mereka berurusan dengan anak-anak Tuhan yang selalu menyertakan Tuhan dalam segala perkara.

KETIKA TUHAN MENYERTAI, KITA PUN HARUS MAU DIAJARI
BAGAIMANA MEMBUAT PILIHAN YANG SELARAS DENGAN KEHENDAK-NYA

Written by Daniel K. Listijabudi 

Selasa, 13 Maret 2012

Retreat Breakthrough


Kami berharap anda yang melihat poster ini menjadi partner kami dalam hal DOA - Tenaga ataupun DANA.

Rekening Yayasan Giving Indonesia
10 - 600  -  14 - 08 - 1981
Bank Mandiri Cab. Medan Perintis kemerdekaan

Senin, 12 Maret 2012

KASIH DAN HUKUMAN

Hosea 5:8-6:6
Mari, kita akan berbalik kepada Tuhan, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita (Hosea 6:1)

Pernahkah Anda mendengar ungkapan: “Anda dapat memberi tanpa mengasihi, tetapi Anda tidak dapat mengasihi tanpa memberi”? Kasih kerap kali diidentikkan dengan tindakan memberi. Pemahaman ini tidak keliru, hanya tidak lengkap, karena kasih bisa juga di­wujudkan dalam bentuk hukuman. Tujuannya, supaya orang yang dikasihi menyadari kesalahannya.
Demikan halnya seruan Hosea kepada umat Israel yang pada saat itu hidup dalam penyembahan berhala dan kefasikan. Digambarkan di sini, Efraim terserang penyakit dan Yehuda terserang bisul. Bukannya berlari kepada Tuhan, mereka malah ke Asyur, minta penyembuhan kepada Raja ‘Agung’ (ayat 13). Akibat ketidaksetiaannya, mereka menerima hukuman yang tak ringan: Tuhan “menerkam” dan “memukul” mereka (ayat 1). Tuhan menghendaki umat pilihan hidup setia dan percaya kepada Pribadi dan kuasa-Nya, bukan kepada berhala atau ilah lain. Tuhan menghukum supaya hidup umat pilihan kembali seturut perintah-Nya. Dalam hukuman terselip kasih Allah kepa­da Israel. Dan, siapa pun yang berbalik; mengaku salah dan mencari wajah-Nya (ayat 15) akan Dia pulihkan—Dia “sembuhkan” dan “balut” (ayat 1) serta Dia “hidupkan” (ayat 2).
Kita meyakini bahwa Allah mengasihi kita. Namun, saat kita membelakangi Allah, kasih-Nya kerap kali dinyatakan melalui penghukuman. Hukuman menjadi sarana Allah mendisiplin kita. Bagaimanakah respons kita saat menerima disiplin dari Allah? Bersyukurlah untuk kasih-Nya. Jangan mengeraskan hati. Kini saatnya berbalik, mengaku bersalah, dan kembali mencari wajah-Nya.

SAAT KITA MEMILIH UNTUK MENEMPUH JALAN YANG SALAH,
HUKUMAN DAPAT MENGEMBALIKAN KITA MELANGKAH DI JALAN ALLAH.

YBP

Minggu, 11 Maret 2012

TIGA KEMUNGKINAN

Yohanes 10:24-33Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah” (Yohanes 10:33)
Banyak orang belum percaya, baik yang ada di luar maupun di dalam gedung gereja, mengakui Yesus sebagai nabi besar atau guru agung yang menolong umat manusia mengenal Tuhan dan hidup lebih baik. Setujukah Anda?
Bacaan hari ini memuat salah satu percakapan Yesus dengan orang-orang pada zamannya. Saat itu bangsa Yahudi berada dalam kungkungan penjajah Romawi dan sangat menantikan pembebasan oleh Mesias yang dijanjikan Tuhan. Melihat hikmat dan pekerjaan Yesus yang luar biasa, mereka sangat penasaran apakah Yesus adalah Mesias itu (ayat 24). Jawaban Yesus sangat menggoncangkan, sampai-sampai mereka mau melempari-Nya dengan batu (ayat 31). Mengapa? Karena Yesus menyatakan diri sebagai Tuhan (ayat 33) dengan mengatakan bahwa pekerjaan-Nya menyaksikan ketuhanan-Nya (ayat 25), Dia dapat memberi dan menjamin hidup kekal (ayat 28-29), Dia dan Tuhan adalah satu (ayat 30). Orang-orang yang mendengarkan tidak dapat mengambil posisi netral. Jika pernyataan-Nya keliru, itu berarti penghujatan yang harus dihukum rajam. Jika pernyataan-Nya benar, artinya mereka harus menyembah Dia sebagai Tuhan.
C.S. Lewis menyimpulkan bahwa seorang manusia biasa yang berkata-kata seperti Yesus pastilah bukan nabi besar atau guru moral yang agung, karena tokoh yang demikian tak mungkin mengaku sebagai Tuhan. Bisa jadi ia orang gila, atau ia seorang penipu. Mungkinkah Yesus tidak waras? Seorang pembohong besar? Atau ... Dia benar Tuhan yang layak mendapatkan penghormatan dan penyembahan kita secara total? Menurut Anda, siapakah Yesus, dan bagaimana Anda seharusnya bersikap terhadap-Nya?

PENGAKUAN KITA TENTANG SIAPA YESUS AKAN MEMENGARUHI SIKAP KITA KEPADA-NYA

Written by Johan Setiawan

Sabtu, 10 Maret 2012

TIGA KEMUNGKINAN

Yohanes 10:24-33Jawab orang-orang Yahudi itu, “Bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah” (Yohanes 10:33)
Banyak orang belum percaya, baik yang ada di luar maupun di dalam gedung gereja, mengakui Yesus sebagai nabi besar atau guru agung yang menolong umat manusia mengenal Tuhan dan hidup lebih baik. Setujukah Anda?
Bacaan hari ini memuat salah satu percakapan Yesus dengan orang-orang pada zamannya. Saat itu bangsa Yahudi berada dalam kungkungan penjajah Romawi dan sangat menantikan pembebasan oleh Mesias yang dijanjikan Tuhan. Melihat hikmat dan pekerjaan Yesus yang luar biasa, mereka sangat penasaran apakah Yesus adalah Mesias itu (ayat 24). Jawaban Yesus sangat menggoncangkan, sampai-sampai mereka mau melempari-Nya dengan batu (ayat 31). Mengapa? Karena Yesus menyatakan diri sebagai Tuhan (ayat 33) dengan mengatakan bahwa pekerjaan-Nya menyaksikan ketuhanan-Nya (ayat 25), Dia dapat memberi dan menjamin hidup kekal (ayat 28-29), Dia dan Tuhan adalah satu (ayat 30). Orang-orang yang mendengarkan tidak dapat mengambil posisi netral. Jika pernyataan-Nya keliru, itu berarti penghujatan yang harus dihukum rajam. Jika pernyataan-Nya benar, artinya mereka harus menyembah Dia sebagai Tuhan.
C.S. Lewis menyimpulkan bahwa seorang manusia biasa yang berkata-kata seperti Yesus pastilah bukan nabi besar atau guru moral yang agung, karena tokoh yang demikian tak mungkin mengaku sebagai Tuhan. Bisa jadi ia orang gila, atau ia seorang penipu. Mungkinkah Yesus tidak waras? Seorang pembohong besar? Atau ... Dia benar Tuhan yang layak mendapatkan penghormatan dan penyembahan kita secara total? Menurut Anda, siapakah Yesus, dan bagaimana Anda seharusnya bersikap terhadap-Nya?

PENGAKUAN KITA TENTANG SIAPA YESUS AKAN MEMENGARUHI SIKAP KITA KEPADA-NYA

Written by Johan Setiawan 

Rabu, 07 Maret 2012

BLIND SPOT

Lukas 15:11-32
Kata ayahnya kepadanya: Anakku, engkau selalu bersama-sama dengan aku, dan segala milikku adalah milikmu (Lukas 15:31)
Kaca spion menolong kita melihat kendaraan lain di belakang tanpa perlu menoleh. Namun, ada area dalam jarak tertentu yang tak bisa dilihat lewat kaca spion—disebut “titik-buta” (blindspot). Satu-satunya cara untuk melihatnya hanyalah dengan menoleh. Sesuatu di area “titik-buta” harus selalu kita tengok dengan sadar, bersengaja, dan waspada. Baru kita bisa melihatnya ada.
Jarak yang dekat seyogianya membuat sesuatu lebih mudah dilihat. Namun, nyatanya tak selalu demikian. Sesuatu yang dekat kadang kala justru menjadi “titik buta”— yang kerap luput dari pengamatan. Hal itu pula yang dialami oleh si anak sulung dalam perumpamaan Tuhan Yesus. Kedekatan si sulung dengan sang ayah tak lantas membuatnya sanggup “melihat” kasih dan kebaikan hati sang bapa (ayat 29-30). Ia adalah anak—yang juga memiliki apa yang dimiliki sang bapa (ayat 31), tetapi ia punya “titik buta” akan kebaikan bapanya. Ia pun terkejut saat kebaikan itu dilimpahkan kepada si adik yang pulang dari ketersesatannya (ayat 30). Padahal kebaikan yang sama telah tersedia baginya tiap hari—begitu dekat.
Apakah tanpa sadar kita menjadi seperti si sulung—mengalami anugerah dan berkat dalam keseharian: udara sejuk, panca indera yang berfungsi normal, orangtua, saudara, anak, tempat tinggal, tenaga dan kendaraan untuk bekerja, kesempatan bersekolah, rasa kantuk dan tempat tidur, tetapi lupa melihat dan mensyukuri Sang Pemberi. Mungkin saja Dia yang begitu dekat tak lagi kita rasakan kehadiran-Nya. Lalu penyertaan-Nya kita anggap bukan lagi hal yang  istimewa. Sadari dan nikmatilah waktu-waktu Anda di dekat-Nya—dan bersyukurlah.

TUHAN HADIR BEGITU DEKAT;
LIHAT DAN NIKMATILAH KESEMPATAN BERSAMA-NYA TANPA TERLEWAT.

Written by Pipi Agus Dhali 

Selasa, 06 Maret 2012

BERTANYA KEPADA TUHAN

1 Tawarikh 14:8-17Allah telah menerobos musuhku dengan perantaraanku seperti air menerobos  (1 Tawarikh 14:11)
Setiap orang selalu menginginkan keberhasilan dalam hidupnya, Dan, kunci untuk menggapai keberhasilan, misalnya dengan belajar tekun serta bekerja keras. Itu sajakah? Mari melihat pengalaman Daud dan mengamati apa yang menjadi kunci keberhasilannya.
Kabar penobatan Daud menjadi raja telah sampai di telinga orang Filistin dan mereka berencana menangkap Daud. Peperangan bukanlah hal baru bagi Daud; kemenangan-kemenangan telah banyak ia raih. Wajar jika ia, dengan percaya diri dan dengan mengandalkan strategi perang yang ia pelajari, maju bersama pasukannya. Namun, tidak demikian ceritanya. Dalam dua kesempatan berbeda, Daud selalu bertanya kepada Allah sebelum berperang (ayat 10, 14) dan kemudian menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya (ayat 11, 15). Usai kemenangan gemilang yang pertama, mengalir pengakuan dari mulut Daud: “Allah telah menerobos musuhku dengan perantaraanku seperti air menerobos” (ayat 11). Ia mengaku bahwa ia hanyalah perantara. Allahlah yang menerobos di antara kekuatan lawan; masuk seperti air. “Bertanya kepada Tuhan” bukanlah formula keberhasilan. Dengan bertanya, sesungguhnya Daud tengah menundukkan diri pada kuasa-Nya, mengikuti cara Tuhan, dan mengandalkan-Nya.
Dalam menjalani hidup, kita kerap dihadapkan pada pilihan, keputusan, dan tantangan yang tak gampang. Apakah kita berdoa dan bertanya kepada Tuhan saat menghadapi semua itu? Lebih  jauh lagi, apakah dengan bertanya kepada-Nya, kita juga tengah mengalasi hati dengan penundukan diri dan kesiapan diri menjalani perintah-Nya menurut cara Tuhan? Kiranya kita diberi kepekaan mendengar serta ketaatan untuk menjalankan perintah itu.

BERTANYA DAN MENCARI KEHENDAK TUHAN BERARTI MEMPERSILAKAN DIA MEMIMPIN DI DEPAN.

Written by Lenny C. Manurung

Senin, 05 Maret 2012

Kabar dari NIAS

Pagi ini, aku ditelp seorang teman pelayanan di GivingMinistry yang seminggu lalu diutus ke nias utk buka jalan. Namanya Pardi Siagian. 
Beliau melaporkan progess kerja disana. Banyak terobosan yang terjadi. Betapa nias butuh pelayanan pemulihan keluarga. Anak2 SD sudah mengenal rokok dan minuman keras. Istri2 banyak yang mengalami penyiksaan oleh suaminya. 

Beberapa hari yg lalu, salah satu sekolah di nias mendapati siswanya kesurupan saat belajar mengajar. Pak pardi dipanggil utk melayani, dan saat Pak Pardi sampai disekolah, ternyata salah seorang guru yg lain sudah memanggil dukun yg terkenal didaerah tersebut utk melayani anak2 tersebut. 

Pak Pardi bertindak seperti Elia saat menantang nabi Baal, dia persilahkan dukun itu terlebih dahulu melayani siswa ini. Dengan mulut komat-kamit lalu siswa dikasih air yg habis dibaca mantera, yg terjadi pada siswa2 bukan pulih, malah siswa tersebut semakin menjerit dan mulai menyakiti org disekitarnya. Intinya keadaan siswa makin parah. 

Setelah beberapa lama, dukun itu menyerah. dan mulailah giliran Yesus melalui Pak Pardi. Dia berdoa, menyembah dan membaca FT. kurang dari 20 menit, siswa2 tersebut sadar dan dilayani lebih lanjut tentang kebenaran agar tidak kesurupan lagi.
 
Selanjutnya Pak Pardi memanfaatkan moment tersebut sebagai pintu untuk masuk menawarkan IBC (Intensive Bible Course), karena salah satu program GivingMinistry adalah IBC, sekolah itu sangat antusias menyambutnya.

Dukung doa agar kita bisa siapkan team untuk memfollowup pintu ini.
 
Sedikit menjelaskan, bahwa IBC tahun ini untuk program Giving Ministry sebenarnya ke daerah sidikalang, karena salah seorang pengurus harian GBI sidikalang siap menjadi tuan rumah untuk program ini, tapi Tuhan buka pintu yang sangat cepat untuk nias. Kita Doakan aja kemana Tuhan mau bawa, karena keterbatasan team di medan juga yg membuat utk melakukan satu daerah saja ditahun ini.

Salam
Jhon HTS

SEBULAT-BULAT HATI

Ulangan 6:1–15Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu (Ulangan 6:5)
Seperti gereja saat ini yang memiliki Pengakuan Iman, orang Yahudi pun demikian. Pengakuan iman mereka singkat, padat, bernas: “Dengarlah Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa”. Dalam istilah Ibrani ini disebut: Shema Yisrael (Dengarlah hai Israel). Melaluinya, umat senantiasa diingatkan untuk tidak menduakan Tuhan, hanya Dia satu-satunya yang mutlak disembah.
Bagaimana penerapannya? Kesederhanaan jawaban Alkitab mungkin agak mengejutkan: “Kasihilah Tuhan….” (ayat 4). Ya! kasihilah Tuhan, itu buktinya. Namun tentunya tidak dengan sembarangan, melainkan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Kata orang Jawa, kanthi gumolonging manah: dengan sebulat-bulat hati! Ketika Firman ini disampaikan, Israel tidak sedang dalam penindasan sehingga perlu diingatkan untuk tidak meninggalkan Tuhan. Mereka sedang bersiap memasuki negeri perjanjian yang subur dan makmur. Namun justru tepat di saat itu Tuhan berseru: Hati-hati! Di tempat yang berlimpah berkat jasmani, manusia cenderung melupakan Tuhan (ayat 10-15).
Ya, mengutamakan Tuhan bisa jadi lebih sulit ketika hidup lancar dan berkat melimpah. Mengasihi Dia dengan segenap hati bisa jadi lebih sukar ketika banyak hal begitu menyenangkan dan menguasai wilayah hati kita. Dalam konteks inilah syahadat Israel tadi kembali menjadi penting: Tuhan itu Allah kita. Tuhan itu esa! Harta dan kenikmatan bukan Allah kita! Pasangan atau anak bukan Allah kita! Hobi dan pekerjaan bukan Allah kita! Anda bisa meneruskan daftarnya. Kasihilah Tuhan dengan sebulat-bulat hati, bukan sebagian saja.

TUHAN TIDAK MINTA KITA MENGASIHI-NYA DENGAN SEBAGIAN BESAR HATI
TUHAN MINTA KITA MENGASIHI DIA DENGAN SEGENAP HATI.

Written by Daniel K. Listijabudi

Minggu, 04 Maret 2012

CERMIN ALLAH

2 Korintus 3Kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita sedang diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar (2 Korintus 3:18)
Mendengar “Just Do It” kita teringat pada sepatu olahraga Nike. Mendengar “Enak Dibaca dan Perlu” kita teringat pada majalah berita mingguan Tempo. Mendengar “Life Is Good” kita teringat pada produk eletronik LG. Kita mengenal produk-produk yang diiklankan, tetapi biasanya tidak tahu orang atau agen periklanan yang mencetuskan kalimat pengingat yang mewakili produk tersebut.
Seperti peran agen periklanan bagi produk iklannya, demikianlah kira-kira peran kita bagi Allah. Paulus menggambarkannya sebagai “mencerminkan kemuliaan Tuhan”. Dalam terjemahan lain, misalnya versi King James, dikatakan “memandang kemuliaan Tuhan seperti di dalam cermin”. Manakah yang betul? Paulus memakai istilah bahasa Yunani katoptrizomai yang dapat diartikan keduanya. Ia mengacu pada pengalaman Musa di Gunung Sinai. Di atas gunung, Musa memandang sekilas kemuliaan Allah. Ketika ia turun dari gunung, “cahaya muka Musa begitu cemerlang, sehingga mata orang-orang Israel tidak tahan menatapnya” (ayat 7). Dengan memandang kemuliaan Tuhan, Musa memancarkan kemuliaan-Nya. Dengan memandang kemuliaan Tuhan, kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya.
Paulus hendak mendorong kita untuk hidup berpusat pada Tuhan. Kita memandang Tuhan antara lain dengan meluangkan waktu untuk bersekutu secara pribadi dengan Dia. Selanjutnya, dalam interaksi keseharian dengan sesama, kita mesti mencerminkan kemuliaan Tuhan melalui sikap, pikiran, ucapan, dan tindakan kita.

MEMANDANG KEMULIAAN ALLAH DAN MEMANCARKANNYA ADALAH KEBAHAGIAAN TERTINGGI BAGI MANUSIA.

Written by Arie Saptaji 

Sabtu, 03 Maret 2012

PENYERTAAN SEPANJANG MASA

Mazmur 71
... juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang (Mazmur 71:18)

Kakek saya telah menginjak usia 94 tahun. Beliau sudah sedemikian pelupa; lupa jam, lupa hari, lupa nama orang, dan lupa makan. Namun, satu hal yang saya kagumi darinya: ia tidak pernah lupa berdoa makan dan tidur—baik sebelum maupun sesudah. Isi doanya pun sangat menarik. Beliau bukan meminta sehat serta limpahan berkat, melainkan doa syukur karena masih dibangunkan lagi serta doa permohonan agar penyertaan Tuhan senantiasa mengiringnya dan keluarga.
Mazmur yang kita baca hari ini secara indah menggambarkan bagaimana Tuhan menyertai kita sepanjang usia. Pemazmur menaruh kepercayaannya kepada Tuhan sejak masa muda. “Ya Tuhan, hanya Engkaulah harapanku. Sudah sejak kecil aku memercayakan diriku kepada-Mu” (ayat 5 FAYH). Dan, keyakinan akan penyertaan Tuhan yang mengiringi langkah sejak ia muda, terus ia rasakan meski kekuatannya mulai habis (ayat 9) dan rambut mulai memutih (ayat 18). Kesadaran tersebut juga mengarahkan keyakinannya bahwa penyertaan Tuhan sampai masa tua juga berarti sebuah penugasan: supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang (ayat 18).
Hingga hari ini, setiap kali melihat kakek berdoa, saya terus diingatkan mengenai penyertaan Tuhan atas manusia yang rapuh. Juga, mengenai tugas yang saya emban: bahwa setiap kesempatan untuk menghirup udara hari demi hari adalah kesempatan untuk menikmati anugerah penyertaan-Nya; juga, kesempatan untuk memuliakan dan mengenalkan kemuliaan Tuhan kepada makin banyak orang. Bagaimana dengan Anda?

PENYERTAAN SEPANJANG MASA IALAH ANUGERAH ISTIMEWA DARI-NYA
SUPAYA KITA MENYATAKAN KEMULIAAN-NYA SEPANJANG USIA KITA.

Written by Olivia Elena 

Jumat, 02 Maret 2012

MEMBACA ADIKARYA

Yesaya 6
Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci (Yesaya 6:1)

Saya takjub ketika membaca Les Miserables karya Victor Hugo, salah satu novel terbaik sepanjang masa. Penggambaran watak tokohnya amat detail dan konfliknya begitu memikat. Pengalaman itu mengajarkan paling tidak dua hal. Pertama, kerendahan hati: kecil sekali kemungkinannya saya mampu menggarap karya seelok itu. Kedua, meningkatkan citarasa sastrawi, membuat saya ingin membaca lebih banyak adikarya lainnya.

Yesaya mengalami hal yang jauh lebih hebat dari membaca novel adikarya: ia memandang kemuliaan Tuhan! Dan, pengalaman dahsyat itu mengubah hidupnya secara radikal. Menyaksikan kemuliaan Tuhan Yang Mahakudus, segera ia tersadar akan kenajisannya sebagai makhluk berdosa (ayat 5). Syukurlah, kemuliaan Tuhan itu sekaligus menjadi jawaban bagi keberdosaannya: perjumpaan ilahi itu menyucikan dirinya (ayat 6-7). Berbekal pengudusan dan kerendahan hati, Yesaya pun siap menjadi utusan Tuhan (ayat 8), menjalankan amanat yang Dia berikan (ayat 9-13).

Bagaimana kita melawan dosa? Cobalah membaca satu atau beberapa ayat yang memaparkan kemuliaan Tuhan. Hapalkanlah. Renungkanlah.Yakinilah kebenarannya. Biarlah Firman itu memenuhi pikiran dan hati kita. Mintalah pertolongan Roh Kudus untuk mengingatnya kembali di tengah kesibukan sehari-hari dan memunculkan ide untuk menerapkannya. Firman itu akan meningkatkan citarasa rohani kita; menguatkan kita untuk menepiskan tipu daya dosa; membuat kita lebih  merindukan kemuliaan Tuhan daripada kesenangan duniawi; kemudian, siap menjadi utusan-Nya.

PERJUMPAAN DENGAN KEMULIAAN TUHAN MELEMAHKAN DAYA PIKAT DOSA DALAM HIDUP KITA.

by Arie Saptaji

Kamis, 01 Maret 2012

WAJAH TUHAN

Mazmur 27Hatiku mengikuti firman-Mu: “Carilah wajah-Ku”; maka wajah-Mu kucari, ya Tuhan (Mazmur 27:8)
Setelah beberapa jam melintasi kepadatan lalu lintas Jakarta, akhirnya sampai jugalah saya di bandara. Sambil bergegas check in, terbayang wajah kecewa Sam, anak saya yang berumur tiga setengah tahun, yang beberapa hari ini saya tinggalkan di rumah. Saya batal membelikannya oleh-oleh dari outlet yang ada di bandara, karena nyaris ketinggalan pesawat. Penjelasan apa yang harus saya katakan? Namun, kekhawatiran saya rupanya tidak menjadi kenyataan. Begitu Sam melihat saya dari pintu kedatangan, ia langsung menghambur lari melewati petugas, dan melompat ke dalam pelukan saya. “Sam kangen papah,” katanya. Betapa senangnya mengetahui bahwa kehadiran saya menjadi hadiah yang lebih berharga daripada semua oleh-oleh yang bisa saya bawa.
Kehadiran Tuhan. Wajah Tuhan. Itulah yang menjadi kerinduan dan pencarian Daud. Jika boleh meminta satu hal saja, Daud tahu hal teramat berharga yang paling diinginkannya: kehadiran Tuhan dalam hidupnya (ayat 4). Di dalam hadirat Tuhan, ada penyertaan, perlindungan, pembelaan, kesukaan, kebaikan, kekuatan (ayat 1-6,13-14). Hal mengerikan yang paling ditakutkan Daud: Tuhan menyembunyikan kehadiran-Nya (ayat 9).
Berapa banyak Anda menghargai dan menginginkan Tuhan dalam hidup Anda? Adakah hal-hal lain yang sedang Anda cari le­bih dari keintiman dalam hadirat-Nya? Ataukah berkat-berkat Tuhan, yang Anda nanti-nantikan namun tidak kunjung tiba, menjadikan Anda kecewa dan meninggalkan-Nya? Carilah (kembali) wajah-Nya, dan melompatlah ke dalam pelukan-Nya, di mana kerinduan Anda dan kerinduan Tuhan berjumpa.

APAKAH KITA MENCARI TANGAN ALLAH, UNTUK MELIHAT APA YANG DIA BERIKAN KEPADA KITA? ATAU KITA MENCARI WAJAH ALLAH, UNTUK BERSUKACITA DALAM KEHADIRAN-NYA? 
Tommy Tenney

By Redaksi

Yang Paling Banyak Dibaca