Selamat datang ke blog Giving ministry

Giving Ministry (GM) : Sebuah pelayanan kerohanian yang bersifat INTERDENOMINASI yang berada dibawah naungan Yayasan Giving Indonesia (YGI).
Lahir di kota Medan-Indonesia, 31 Januari 2009.

VISI : Menjadi tempat persemaian bagi anak-anak Tuhan untuk menggali dan mengembangkan POTENSI baik secara PROFESIONAL dan APOSTOLIK agar berbuah dan siap memberkati kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dan Bangsa-bangsa.

Sabtu, 24 November 2012

KASIHILAH SESAMAMU

Matius 22:34-40 :
Perintah yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (Matius 22:39)
Seorang suami heran karena istrinya membeli jenis beras yang kualitasnya jauh di bawah beras yang biasa mereka beli. Sang istri menjelaskan: “Oh, ini untuk disumbangkan ke rumah yatim piatu. Kalau beras mahal kan untuk kita konsumsi sendiri.” Mengupayakan yang terbaik untuk diri sendiri dan tidak harus memakai ukuran yang sama ketika itu untuk kepentingan orang lain. Suatu keputusan yang sering kita anggap wajar, bukan?

Ketika seorang ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus dengan menanyakan hukum yang terpenting, saya duga ia mengharapkan Yesus hanya akan menyebut satu hukum, yaitu mengasihi Tuhan. Sebab, mereka dikenal suka menggunakan hal-hal rohani untuk mengabaikan tanggung jawab mereka kepada sesama (lihat pasal 23:4, 14, 16, 23). Namun, jawaban Yesus mengejutkan. Dia menandaskan bahwa mengasihi sesama bobotnya sama dengan mengasihi Tuhan (ayat 39). Yang Tuhan Yesus tekankan adalah “sesama manusia”, bukan sama ras, agama, atau kedudukan. Artinya, sepanjang seseorang adalah manusia, ia harus kita kasihi. Bahkan ukuran yang dipakai adalah “seperti mengasihi diri sendiri”. Ini ukuran yang sangat tajam karena tentunya hampir semua orang senantiasa mengusahakan hal-hal yang terbaik bagi dirinya.

Siapa yang tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah yang dilihatnya (1 Yohanes 4:20). Bagaimanakah kasih kita pada sesama di sekitar kita? Hari ini, perhatikanlah orang-orang yang sering Anda jumpai. Pikirkanlah hal-hal baik apa yang Anda inginkan terjadi dalam hidup mereka, dan bagaimana Anda bisa menjadi alat Tuhan untuk mewujudkannya.

MELAYANI TUHAN DENGAN MENGASIHI SESAMA ADALAH PERINTAH YANG TAK BISA DIBANTAH.

Selasa, 17 Juli 2012

TOLOK UKUR KARAKTER

1 Timotius 6:2-10
Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang dan karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka. (1 Timotius 6:10)
Richard Halverson, seorang penulis dan pendeta senat AS, pernah menulis: Yesus Kristus berbicara tentang uang lebih dari hal-hal lain, karena ketika tiba pada sifat alami manusia, uang memegang peran terpenting. Uang merupakan indeks yang tepat untuk menunjukkan karakter sejati seseorang. Di seluruh halaman Kitab Suci, ada korelasi yang sangat dekat antara perkembangan karakter manusia dengan cara ia menangani uangnya.

Banyak tokoh di Alkitab yang dikecam, dihukum, atau dipuji oleh Allah karena sikap mereka terhadap uang. Yudas Iskariot mengkhianati Tuhan Yesus demi tiga puluh uang perak. Ananias dan Safira rebah dan mati seketika setelah berdusta perihal uang yang mereka serahkan. Mereka adalah contoh orang-orang yang jatuh dalam pencobaan berkenaan dengan uang. Uang membuat mereka terjerat dalam berbagai nafsu yang hampa dan mencelakakan, hingga akhirnya menyimpang dari iman dan menyiksa diri dengan berbagai duka (ayat 10). Namun, ada kisah janda miskin yang dipuji Tuhan Yesus karena memberi dari kekurangannya. Atau, jemaat Makedonia yang disebut Paulus sangat miskin, tetapi kaya dalam kemurahan (lihat 1 Korintus 8). Mereka ialah orang-orang yang pertama-tama menyerahkan hati kepada Allah, lalu uang mereka.

Uang hanya salah satu sarana yang kita perlukan dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Uang adalah berkat, bukti pemeliharaan Allah atas kita. Uang harus menjadi hamba kita. Jika kita cinta uang, uang akan menjadi tuan kita. Bagaimana Anda menangani uang? Mana yang lebih Anda cintai: Allah dan firman-Nya, atau ... uang?

ALLAH HARUS MENJADI TUHAN ATAS DIRI KITA DAN JUGA UANG KITA.

Ditulis oleh Sari Badudu 

Kamis, 12 Juli 2012

PRIVASI

Ibrani 4:1-16

Tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan- Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungjawaban (Ibrani 4:13)

Saat membayangkan apa jadinya jika hak privasi tak pernah ada, tiba-tiba saya menjadi sangat malu. Pasti orang akan heran mengetahui film tidak pantas yang pernah saya tonton, percakapan rahasia saya untuk merusak nama baik orang lain, rencana-rencana busuk saya, atau pikiran-pikiran berdosa yang saya nikmati. Namun, kenapa saya tak pernah malu kepada Tuhan yang selalu tahu gerak-gerik, motivasi, pikiran, dan rancangan-rancangan yang paling tersembunyi sekalipun. Saya lebih takut nama baik saya tercemar dibandingkan takut pada kekudusan Tuhan.
Salah satu penyebab kurangnya rasa takut atau malu ketika berbuat dosa adalah adanya jaminan keselamatan bagi kita yang beriman kepada Kristus. Memang, kita pasti masuk ke tempat perhentian-Nya yang kekal (ayat 1,3). Namun, kita masih harus mempertanggungjawabkan hidup kita di hadapan-Nya. Itu sebabnya penulis kitab Ibrani meminta kita waspada (ayat 1) serta taat kepada-Nya (ayat 6,11). Kita harus memegang erat firman Allah untuk menjaga hidup kita tetap bersih (ayat 12). Sebaliknya, ketika kita menyadari dosa, kita mesti berani menghampiri takhta-Nya (ayat 16). Sebab, Kristus Imam Besar kita (ayat 14,15) yang mendamaikan kita dengan Allah.
Jadi, ada dua sikap yang tampaknya bertentangan, tetapi harus ada secara bersamaan dalam diri orang percaya. Pertama, sikap takut berbuat dosa; kedua, sikap berani menghampiri Tuhan Yang Mahakudus. Kita harus menyadari bahwa tak ada yang dapat kita sembunyikan dari pandangan-Nya. Di lain pihak, setiap kali kita berdosa, kita mesti punya keberanian untuk segera datang kepada-Nya, memohon pengampunan.

KEKUDUSAN TUHAN MEMBUAT KITA HIDUP HATI-HATI DI HADAPAN-NYA.
KASIH KARUNIA TUHAN MEMBUAT KITA BERANI MENGHAMPIRINYA.

 Ditulis oleh Heman Elia

Senin, 09 Juli 2012

KETETAPAN ALLAH

Yesaya 46:9-13
Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan (Yesaya 46:10)

Pernahkah Anda berjumpa dengan orang yang plin plan? Pada saat tertentu, ia berkata dengan penuh keyakinan bahwa ia hendak melakukan sesuatu. Kesempatan lainnya, ia mengurungkan niatnya sendiri. Pepatah “bagai air di daun talas” tepat untuk menggambarkan orang plin plan. Butir air di daun talas bisa bergerak kemana-mana karena tidak bisa menempel di permukaan daun yang licin itu. Demikianlah orang plin plan yang terus berubah-ubah dalam pendirian dan perkataannya.

Allah kita bukanlah Pribadi yang plin plan. Firman Tuhan hari ini mengajarkan doktrin tentang ketetapan Allah (God’s decree). Ketetapan Allah tidak berubah sepanjang waktu. Allah tidak pernah membetulkan atau membatalkan ketetapan-Nya. Ketetapan Allah pasti terlaksana sesuai dengan kedaulatan-Nya (ayat 10- 11). Ketetapan Allah juga termasuk hal-hal tidak menyenangkan yang ditujukan untuk mendisiplin umat-Nya (ayat 11). Akhirnya, keselamatan umat-Nya adalah bagian dari ketetapan-Nya (ayat 13). Kebenaran yang terakhir ini sangat menguatkan karena artinya keselamatan kita bersifat pasti. Tidak ada yang dapat menghilangkan anugerah keselamatan dari Allah bagi kita.

Apakah saat ini Anda sedang dirundung keraguan atas rencana- Nya dalam hidup Anda? Apakah Anda sedang mengalami kehilangan keyakinan atas keselamatan Anda? Firman Tuhan hari ini kiranya meneguhkan Anda lagi. Allah yang mengasihi kita bukanlah Allah yang plin plan. Ketetapan Allah sesungguhnya mencerminkan karakter Allah sendiri. Ketetapan Allah sepasti karakter Allah! Dalam keteguhan itu, kita pun beroleh keberanian untuk terus menaati firman-Nya dalam situasi yang paling tidak pasti.

KETETAPAN ALLAH ADALAH JANGKAR YANG KUAT BAGI PERAHU IMAN KITA
DI TENGAH SERANGAN OMBAK KERAGUAN.

 Ditulis oleh Jimmy Setiawan

Jumat, 29 Juni 2012

FOKUS PADA KELUARGA?

Kejadian 3:1-7
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. (Kejadian 3:6)

Kalau kita mengumpulkan buku-buku tentang keluarga, akan ditemukan cukup banyak topik mengenai pentingnya mendengarkan pasangan kita. Ada banyak pertengkaran atau bahkan kegagalan di dalam keluarga karena masing-masing gagal menjadi pendengar bagi pasangannya. Lalu muncullah banyak tips menjadi pendengar yang baik agar keluarga menjadi harmonis.

Namun dari bacaan kita, kejatuhan keluarga Adam dimulai justru saat Adam mendengarkan usulan Hawa, istrinya. Dalam sekejap mereka menjadi “sehati-sepikir” untuk sebuah keputusan besar. Entah Adam sungguh-sungguh sepakat dengan ide istrinya atau ia sekadar tak punya keberanian mengatakan tidak kepada usulan Hawa, keputusan mereka berakibat fatal. Mereka sepakat dan kompak untuk tidak taat kepada Allah. Adam tak mampu menjadi pencegah dosa bagi pasangannya. Ia gagal untuk mewujudkan kerinduan Allah agar dengan hadirnya pasangan, kehidupan mereka menjadi lebih baik (Kejadian 2:18).

Betapa sering kita terpesona dengan istilah “keluarga yang harmonis”. Namun seringkali itu diartikan bahwa sebagai sebuah keluarga kita harus selalu sehati-sepikir dalam hal apa pun. Ini akan menjadi jerat yang berbahaya kalau justru kekompakan keluarga menjadi lebih penting daripada ketaatan kepada Allah. Sangat baik kalau kita bisa mendengarkan pendapat pasangan. Namun jauh lebih penting untuk mendengarkan suara Tuhan Sang Kepala keluarga yang sesungguhnya. Bahkan terkadang adu argumentasi justru diperlukan agar kepentingan Allah yang menang.

KETIKA ALLAH MENJADI FOKUS DALAM KELUARGA,
KITA AKAN MENDAHULUKAN KEPENTINGAN-NYA.

Written by Petrus Budi Setyawan 

Kamis, 28 Juni 2012

PEKERJA KATEGORI IV

Nehemia 5
“Tidaklah patut apa yang kamu lakukan itu! Bukankah kamu harus berlaku dengan takut akan Allah kita untuk menghindarkan diri dari cercaan bangsa-bangsa lain, musuh-musuh kita?” (Nehemia 5:9)

Ed Silvoso, penulis Anointed for Business, membedakan empat jenis orang percaya dalam dunia kerja. Kategori I adalah orang yang hanya bekerja untuk mencari uang. Kategori II merupakan orang yang bekerja dengan prinsip-prinsip kebaikan kristiani. Kategori III terdiri dari orang yang mencari Tuhan dan pimpinannya dalam pekerjaan. Kategori IV yaitu mereka yang mentransformasikan dunia kerjanya bagi Kristus. Termasuk kategori yang manakah Anda?

Nehemia adalah seorang pekerja, seorang bupati di tanah Yehuda (ayat 15). Ia bukanlah seorang nabi, imam, atau rohaniwan. Akan tetapi, ia peduli terhadap pekerjaan Tuhan di puing-puing kota dan masyarakat Yerusalem. Ia menangkap rencana Tuhan di dalam hatinya (Nehemia 2:12, 7:5), lalu bergerak mempersembahkan doa, waktu, tenaga, bahkan seluruh hidupnya bagi Tuhan melalui pekerjaannya. Pasal yang kita baca memberikan salah satu catatan tentang pengaruh kehadirannya dan kesepenuhan hatinya untuk mentransformasi masyarakat yang sedang dibangun kembali dari pembuangan. Kisah Nehemia menjadi contoh pekerja kategori IV.

”Kegerakan dalam dunia kerja memiliki potensi yang sangat besar karena menjangkau kelompok orang yang memiliki kuasa untuk melakukan perubahan dalam masyarakat,” kata Peter Wagner. Ketika orang yang bekerja di bidang pemerintahan, pendidikan, bisnis, dan sebagainya mulai menangkap tujuan Tuhan dan menyerahkan diri untuk dipakai sepenuhnya, kita akan melihat perubahan-perubahan besar yang memuliakan Tuhan dan memberkati orang lain. Jadilah bagian di dalamnya.

SUDAHKAH KEHADIRAN KITA DI TEMPAT KERJA MEMBAWA ORANG
MENGENAL PRIBADI TUHAN DAN MENGALAMI KARYA TUHAN?

Written by Johan Setiawan 

Sabtu, 23 Juni 2012

HAMBA TANPA NAMA

2 Raja-raja 5:1-19a
Orang Aram pernah keluar bergerombolan dan membawa tertawan seorang anak perempuan dari negeri Israel. Ia menjadi pelayan pada isteri Naaman. Berkatalah gadis itu kepada nyonyanya: “Sekiranya tuanku menghadap nabi yang di Samaria itu, maka tentulah nabi itu akan menyembuhkan dia dari penyakitnya” (2 Raja-raja 5:2-3)

Ia seorang kepala bagian rumah tangga di gereja. Setiap Sabtu dan Minggu, ia bertugas menjaga agar semua peralatan elektronik dan perabot tetap rapi dan berfungsi dengan baik. Selain itu, ia juga harus mengatur kebersihan gedung, toilet, dan keteraturan tempat parkir. Ketika ada jemaat yang kurang sabar karena kesulitan parkir, ia dicari untuk dicaci. Hampir tak ada orang menghargai sumbangsihnya, meskipun ibadah nyaris selalu berjalan baik dan lancar. Terlepas dari perlakuan jemaat, ia tetap setia dan sabar melaksanakan tugasnya.

Alkitab juga menyisipkan kisah tentang orang-orang yang tidak dipandang oleh manusia. Inilah keunikan Tuhan yang kerap kali memilih orang kecil dan kurang berarti untuk melaksanakan kehendak-Nya (lihat 1 Korintus 1:27). Di balik mukjizat penyembuhan Tuhan atas diri Naaman, ada jasa seorang gadis kecil yang tak dikenal namanya. Ia hanyalah tawanan yang diperhamba oleh orang Aram, musuh bangsanya. Namun, iman dan kasihnya menggerakkan Naaman yang sakit kusta untuk mencari kesembuhan lewat nabi Tuhan, Elisa. Naaman bahkan kemudian bertekad untuk menyembah hanya kepada Allah Israel (ayat 17).

Semua orang, mulai dari yang paling sederhana dapat dipakai untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Yang dituntut dari kita adalah ketaatan dan kerendahan hati. Ketaatan kita dapat menjadi sarana di tangan Tuhan untuk menggenapi kehendak-Nya. Tidak penting siapa yang memperoleh penghargaan. Yang penting Tuhan dikenal dan dimuliakan.

TUHAN TIDAK PERNAH MEREMEHKAN YANG KECIL DAN KURANG BERARTI,
ASALKAN KITA MELAYANI-NYA DENGAN HATI TULUS DAN BERSUNGGUH HATI.

Written by Heman Elia 

Selasa, 19 Juni 2012

BEDA SELERA

Lukas 19:1-10
Melihat hal itu, semua orang mulai bersungut-sungut, katanya, “Ia menumpang di rumah orang berdosa. (Lukas 19:7)

Coba bayangkan kejadian ini. Suatu malam kita melihat seorang pendeta sedang duduk bercengkerama dengan para pemuda di pos ronda. Apa reaksi spontan kita? Kita merasa tidak nyaman karena berpendapat bahwa pendeta tersebut tidak bisa menjaga wibawanya. Ataukah kita merasa senang dan kagum karena ada seorang rohaniwan yang bersedia membaur dengan orang kebanyakan?

Menarik sekali untuk mencari tahu mengapa orang banyak bersungut-sungut terhadap keputusan Tuhan Yesus yang akan menginap di rumah Zakheus (ayat 7). Pastilah karena mereka tidak sepakat dengan keputusan tersebut. Hati mereka terusik karena mereka tahu siapa itu Zakheus. Mereka berkeyakinan bahwa tidak sepatutnya orang saleh bergaul rapat dengan orang yang mereka anggap kurang baik hidupnya. Celakanya lagi mereka dengan cepat menganggap dirinya ada di kubu orang saleh, sehingga mereka sangat terganggu. Di sinilah akar masalahnya. Mereka memiliki cara pandang yang berseberangan dengan Tuhan Yesus. Ironisnya, mereka berharap Tuhan Yesus-lah yang menyesuaikan diri dengan cara berpikir mereka, dan bukan sebaliknya.

Apakah kita sering merasa terganggu dengan apa yang Allah putuskan? Apakah kita sering merasa tidak mengerti jalan pikiran dan tindakan Allah, lalu kita bersungut-sungut? Kalau keyakinan kita banyak yang berseberangan dengan Allah, kita akan banyak menemukan konflik dengan-Nya. Mari kita lihat ulang keyakinan-keyakinan kita. Lalu bandingkan dengan isi hati Allah. Ketika ada yang tidak sejalan dengan selera-Nya, kitalah yang perlu menyesuaikan diri dengan-Nya. Bukan sebaliknya!

KETIKA KITA BERBEDA SELERA DENGAN ALLAH,
KITA AKAN MENGHADAPI BANYAK MASALAH.

Written by Petrus Budi Setyawan

Kamis, 07 Juni 2012

YESUS MENGHAFAL AYAT?

 Matius 4:1-11
Yesus menjawab, “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah.” ... “Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!” “... ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!” (Matius 4:4,7,10)

Siapa bilang disiplin menghafal ayat itu hanya untuk anak Sekolah Minggu? Tuhan Yesus sendiri menyimpan banyak ayat Alkitab dalam memorinya. Kebiasaan ini mungkin sekali sudah dipupuk sejak kanak-kanak. Injil Lukas mencatat bahwa pada usia dua belas tahun saja Yesus dengan cakap bersoal jawab dengan para alim ulama!

Bukan sekadar menghafalkan secara mekanis, perkataan Bapa bagi Yesus ialah sumber kehidupan dan senjata perang. Menghadapi iblis, bisa saja Yesus menghardik “Aku bukan manusia biasa, kamu tak mungkin menang, Blis!” Atau, Dia bisa saja menantang Iblis adu ‘kesaktian’ seperti saat nabi Elia menantang nabi-nabi Baal (1 Raja-raja 18:20-40). Namun, firman Tuhan yang tertulis sudah cukup bagi Yesus melawan si jahat (ayat 4,7,10). Berkali-kali dalam Injil kita akan menemukan Yesus mengutip firman Tuhan saat mengajar, misalnya dalam Matius 12:3,5; 19:4; 22:31. Meski Yesus ialah Tuhan, Sang Penulis Alkitab, saat itu Dia sedang mengutip perkataan Alkitab yang dihafalkan-Nya sebagai manusia.

Memang banyaknya ayat Alkitab yang dihafal tidak menjamin seseorang hidup serupa Kristus, tetapi terlalu sedikit asupan firman juga tidak akan menghasilkan keserupaan dengan-Nya. Sudah sewajarnya tiap pengikut Kristus, berusaha hidup makin serupa Dia, termasuk makin bergantung pada “setiap firman yang keluar dari mulut Allah”. Pendeta John Piper meluangkan waktu 5-10 menit setiap hari untuk menghafalkan ayat Alkitab. Jemaatnya membuat program hafalan Alkitab bersama setiap minggu sepanjang tahun. Hal praktis apa yang dapat Anda lakukan untuk menambah asupan firman Tuhan dalam memori Anda?

DALAM HATIKU AKU MENYIMPAN JANJI-MU,
SUPAYA AKU JANGAN BERDOSA TERHADAP ENGKAU.
—Mazmur 119:11

Written by Elisabeth Chandra 

Rabu, 06 Juni 2012

LUPE

Lukas 22:39-46
Sesudah itu Ia bangkit dari doa-Nya dan kembali kepada murid-murid- Nya, tetapi Ia mendapati mereka sedang tidur karena dukacita. Kata- Nya kepada mereka: “Mengapa kamu tidur? Bangunlah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan.” (Lukas 22:45-46)

Lupe. Ya, Anda tidak salah baca. Judul ini sengaja dipilih agar tidak mudah dilupakan. Lupe (baca: loo’-pay) adalah bahasa Yunani untuk dukacita, perasaan yang berat, gundah, penuh derita dan kesedihan karena menghadapi saat-saat sulit yang tak terhindarkan. Apa yang biasanya Anda lakukan ketika mengalaminya? Ada yang suka bepergian atau berkumpul dengan teman untuk melupakan masalah. Beberapa lainnya mungkin seperti saya, tidur! Harapannya, dengan tidur, kita tidak lagi lupe atau tidak lagi menderita.

Para murid juga dicatat tidur karena dukacita. Mungkin mereka awalnya berdoa seperti saran Yesus, tetapi karena lelah fisik dan pikiran, mereka pun terlelap. Bisa juga mereka memang memilih tidur karena tak sanggup lagi berdoa. Jika kesulitan tak dapat dihindari, apa gunanya berdoa? Yesus menegur mereka. Berdoa itu vital agar mereka jangan jatuh dalam pencobaan (ayat 46). Makin sulit situasinya, makin perlu kita terhubung dengan Bapa. Yesus sendiri dalam raga manusia gentar dan ingin menghindari penderitaan. Sebab itu, Dia berdoa, memohon agar dalam saat paling kelam, Dia dapat berespons seturut kehendak Bapa (ayat 42). Dengan kekuatan dari Bapa, Yesus menghadapi salib. Murid-murid-Nya? Lari dan menyangkal Yesus.

Iblis tahu bahwa ketika kita terhubung dengan Bapa, kita akan beroleh kekuatan untuk tetap taat melakukan kebenaran, seberat apa pun risikonya. Sebab itu, ia akan menghalangi kita dengan segala cara untuk berdoa. Menjelang kedatangan Kristus kembali, ia akan makin gencar mencobai anak-anak Tuhan. Mari hidup dengan berjaga-jaga dan berdoa. Yesus berjanji, kita akan beroleh kekuatan yang kita perlukan (Lukas 21:36).

BERDOA MEMAMPUKAN KITA MELAKUKAN KEHENDAK BAPA.
COBAAN IBLIS BERUSAHA MENGGAGALKANNYA.

Written by Elisabeth Chandra 

Selasa, 05 Juni 2012

BUKAN SEKADAR LEWAT

Mazmur 1:1-6
“Berbahagialah orang ... yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam.” (Mazmur 1:1-2)

Donald S. Whitney mengamati bahwa “banyak jiwa yang merana adalah para pembaca Alkitab yang tekun.” Mengapa? Karena mereka hanya membaca saja, dan tidak merenungkannya. Ia menulis, “Jika kita tidak hati-hati, perkataan Alkitab hanya akan menjadi aliran kumpulan kata yang melewati pikiran kita. Segera setelah kata-kata itu lewat dalam pikiran kita ... kita harus segera mengalihkan perhatian pada hal yang sekarang ada di hadapan kita. Ada begitu banyak hal yang harus kita olah dalam otak kita; jika kita tidak menyerap beberapa di antaranya, tidak ada yang akan memengaruhi diri kita.”

Yang disebut pemazmur “berbahagia” juga bukan orang yang sekadar membaca firman Tuhan, tetapi yang merenungkannya siang dan malam. Merenungkan firman Tuhan berarti menyerapnya masuk dalam sistem berpikir kita. Pikiran yang dipengaruhi firman Tuhan inilah yang membuat orang tidak lagi suka berdekatan dengan dosa (ayat 1). Orang yang suka merenungkan firman Tuhan diibaratkan seperti pohon di tepi aliran air. Agar tidak layu, air haruslah diserap dan mengaliri semua bagian di dalam pohon itu, bukan sekadar lewat.

Seberapa banyak Anda “merenungkan” firman Tuhan selama ini? Pakailah 25-50% waktu pembacaan Alkitab untuk merenungkan satu ayat, frasa, atau kata. Lontarkan pertanyaan. Berdoalah. Buatlah catatan tentang hal itu. Pikirkan sedikitnya satu cara untuk menerapkannya. Jangan buru-buru. Benamkan diri Anda dalam firman. Jangan lagi biarkan jiwa Anda merana karena tak sempat menyerap apa-apa. Biarkan firman itu mengaliri dan menyegarkan Anda, memengaruhi hidup Anda dan membuat Anda berbuah-buah pada musimnya.

MAKIN BANYAK MEMBACA FIRMAN, MAKIN KITA AKAN MENGUASAINYA.
MAKIN BANYAK MERENUNGKAN FIRMAN, MAKIN KITA AKAN DIKUASAINYA.

Written by Elisabeth Chandra 

Senin, 04 Juni 2012

"TETAPI” UNTUK TUHAN?

Daniel 1
Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja; dimintanyalah kepada pemimpin pegawai istana itu, supaya ia tak usah menajiskan ddirinya. (Daniel 1:8)

Apakah Anda adalah orang yang menaati Tuhan dengan segenap hati? Ataukah, Anda punya pengecualian jika dihadapkan pada situasi-situasi khusus? “Saya mau taat, tetapi dalam situasi ini semua orang juga pasti melakukannya.” “Saya mau taat, tetapi untuk urusan seperti ini tak mungkin bisa jujur.” “Saya mau taat, tetapi apa salahnya mengikuti syarat peningkatan jabatan dengan beralih keyakinan, bukankah itu hanya formalitas saja?” “Saya mau taat, tetapi kesempatan ini sungguh sayang jika dilepas begitu saja.”

Bayangkanlah Anda ada pada posisi Daniel. Meski ia termasuk seorang buangan di Babel, ia adalah seorang pemuda dari kaum bangsawan dan punya keunggulan dibanding yang lain (ayat 4). Dengan modal itu ia punya kesempatan dididik secara khusus dan nantinya bekerja bagi raja. Ia dan kawan-kawannya bahkan ditawari makan dan minum dari santapan raja (ayat 5). Siapa pun pada zaman itu pasti mau. Lantas, apa yang dilakukan Daniel dan kawan-kawannya? “Daniel berketetapan untuk tidak menajiskan dirinya dengan santapan raja dan dengan anggur yang biasa diminum raja” (ayat 8). Seolah-olah ia mau berkata: “Jabatan dan kesempatan itu menggiurkan, tetapi saya hanya mau taat kepada Allah,” bukan “Saya tahu santapan itu menajiskan, tetapi jabatan dan kesempatan itu mungkin bisa menjadi sarana diplomasi.” Kata “tetapi” ditujukan kepada raja, bukan kepada Tuhan.

Integritas dan iman kita sebagai orang kristiani akan kerap mendapat ujian. Setiap keputusan membawa risiko. Akankah kita taat dalam segala situasi? Pilihan-pilihan kita menunjukkan seberapa berharga Tuhan dibanding kedudukan, keamanan, atau kenyamanan yang ditawarkan dunia.

JANGAN ADA KATA “TETAPI” DALAM MENAATI TUHAN.
PENYERTAAN-NYA AKAN MENEGUHKAN DAN MEMAMPUKAN.

Written by Sicillia Leiwakabessy 

Jumat, 01 Juni 2012

SENTUHAN KASIH

Galatia 6:1-10
Saudara-saudara, kalaupun seseorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (Galatia 6:1)

Anda pernah terpeleset dan jatuh? Saat menyusuri rawa untuk suatu tugas, tanpa sengaja saya menginjak batu yang licin. Keseimbangan saya goyah dan jatuh terpeleset. Tangan dan kaki lecet; badan basah penuh lumpur. Kala itu, ada rekan yang tertawa; ada yang “berkhotbah” panjang; ada pula yang tak peduli dan memaksa melanjutkan perjalanan—membuat saya tak nyaman. Namun, ada juga rekan yang mengulurkan tangan; menawari untuk membawa sebagian perlengkapan saya; atau berhenti menemani sampai saya siap melanjutkan perjalanan. Mereka meringankan beban saya dan membuat saya berbesar hati.

Bagaimana sikap yang benar saat menjumpai orang yang terpeleset, jatuh dalam dosa? Paulus menasihati jemaat Galatia agar dengan lemah lembut mereka membimbing orang-orang yang “terpeleset” kembali ke jalan yang benar (ayat 1) dan bertolong-tolongan menanggung beban (ayat 2). Menariknya, Alkitab versi Firman Allah Yang Hidup (FAYH) menuliskan: “Ikutlah merasakan kesukaran dan kesulitan orang lain (ayat 2a). Kehadiran dan pertolongan kita merupakan sarana sentuhan kasih yang nyata bagi orang lain yang tengah jatuh. Sebab itu, kita tak boleh jemu melakukannya (ayat 9).

Respons kita terkadang menunjukkan tingkat kepedulian kita pada orang lain. Ada orang, sengaja atau tidak, pernah “terpeleset” ke rawa dosa. Dan, itu membuat terluka. Bukan cemoohan, khotbah panjang, atau membiarkan mereka seorang diri, melainkan uluran tangan penuh kasih. Kiranya Roh Kudus memberi kepekaan akan kebutuhan orang lain serta kelemahlembutan untuk “mengangkat” dari kejatuhan—lewat sentuhan kasih kita kepada mereka.

ULURAN KASIH KITA KEPADA SAUDARA YANG MENGALAMI KEJATUHAN
AKAN MENOLONGNYA BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Written by Sicillia Leiwakabessy 

Kamis, 31 Mei 2012

PENGURANGAN RISIKO BENCANA

Kejadian 41:25-40
Lalu kata Yusuf kepada Firaun: “Kedua mimpi tuanku Firaun itu sama. Allah telah memberitahukan kepada tuanku Firaun apa yang hendak dilakukan-Nya.” (Kejadian 41:25)

Pernahkah Anda mendengar istilah program Pengurangan Risiko Bencana (PRB) yang lebih populer disebut Disaster Risk Reduction (DRR)? Program ini memetakan tingkat kerentanan dan kerawanan suatu daerah terhadap bencana, juga kapasitas dan daya dukung yang bisa digunakan untuk bertindak sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana. Umumnya, jumlah korban dan tingkat kerusakan yang tidak perlu dapat berkurang dibandingkan jika tanpa persiapan sama sekali.

Dalam kedaulatan-Nya Tuhan menjadikan Yusuf sebagai “pemimpin program Pengurangan Risiko Bencana”, untuk memelihara bangsa Israel melewati kelaparan hebat. Atas hikmat Tuhan, Yusuf menafsirkan mimpi Firaun tentang masa kelimpahan dan masa kelaparan hebat yang akan melanda negeri itu (ayat 16, 29-30). Ia juga memberi saran detail mengenai apa yang harus dilakukan sebelum dan saat bencana kelaparan itu terjadi (ayat 33-36). Usulan Yusuf diterima dan kepadanya dipercayakan kuasa untuk menjalankan upaya pengurangan risiko bencana kelaparan di Mesir. Campur tangan Tuhan tampak jelas. Firaun sendiri mengakui bahwa Yusuf adalah seorang yang penuh dengan Roh Allah (ayat 38). Sangatlah bijak memercayakan masa depan negeri ke tangan orang yang memiliki hikmat dari Tuhan sendiri (ayat 39-40).

Datangnya bencana tak dapat diduga. Namun demikian, kita selalu dapat memercayakan diri kepada Pribadi yang telah mencurahkan hikmat-Nya kepada Yusuf—Allah yang berdaulat dan mengendalikan alam semesta. Mohonlah hikmat-Nya dalam mengenali datangnya bencana, dan biarlah Dia memakai Anda sebagai agen-Nya dalam mengurangi risiko bencana.

KETIKA TUHAN TIDAK MENGHINDARKAN KITA DARI BENCANA,
DIA MEMBERI KITA HIKMAT UNTUK MENANGGULANGINYA.

Written by Sicillia Leiwakabessy 

SENTUHAN KASIH

Galatia 6:1-10
Saudara-saudara, kalaupun seseorang kedapatan melakukan suatu pelanggaran, maka kamu yang rohani, harus memimpin orang itu ke jalan yang benar dalam roh lemah lembut, sambil menjaga dirimu sendiri, supaya kamu juga jangan kena pencobaan (Galatia 6:1)

Anda pernah terpeleset dan jatuh? Saat menyusuri rawa untuk suatu tugas, tanpa sengaja saya menginjak batu yang licin. Keseimbangan saya goyah dan jatuh terpeleset. Tangan dan kaki lecet; badan basah penuh lumpur. Kala itu, ada rekan yang tertawa; ada yang “berkhotbah” panjang; ada pula yang tak peduli dan memaksa melanjutkan perjalanan—membuat saya tak nyaman. Namun, ada juga rekan yang mengulurkan tangan; menawari untuk membawa sebagian perlengkapan saya; atau berhenti menemani sampai saya siap melanjutkan perjalanan. Mereka meringankan beban saya dan membuat saya berbesar hati.

Bagaimana sikap yang benar saat menjumpai orang yang terpeleset, jatuh dalam dosa? Paulus menasihati jemaat Galatia agar dengan lemah lembut mereka membimbing orang-orang yang “terpeleset” kembali ke jalan yang benar (ayat 1) dan bertolong-tolongan menanggung beban (ayat 2). Menariknya, Alkitab versi Firman Allah Yang Hidup (FAYH) menuliskan: “Ikutlah merasakan kesukaran dan kesulitan orang lain (ayat 2a). Kehadiran dan pertolongan kita merupakan sarana sentuhan kasih yang nyata bagi orang lain yang tengah jatuh. Sebab itu, kita tak boleh jemu melakukannya (ayat 9).

Respons kita terkadang menunjukkan tingkat kepedulian kita pada orang lain. Ada orang, sengaja atau tidak, pernah “terpeleset” ke rawa dosa. Dan, itu membuat terluka. Bukan cemoohan, khotbah panjang, atau membiarkan mereka seorang diri, melainkan uluran tangan penuh kasih. Kiranya Roh Kudus memberi kepekaan akan kebutuhan orang lain serta kelemahlembutan untuk “mengangkat” dari kejatuhan—lewat sentuhan kasih kita kepada mereka.

ULURAN KASIH KITA KEPADA SAUDARA YANG MENGALAMI KEJATUHAN
AKAN MENOLONGNYA BANGKIT DARI KETERPURUKAN

 Written by Sicillia Leiwakabessy

Selasa, 29 Mei 2012

DIHARGAI SIAPA?

Matius 6:1-4
“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka,…” (Matius 6:1a)

Dokter Nathan Barlow memilih untuk melayani di Etiopia selama lebih dari enam puluh tahun. Ia mengabdikan hidupnya untuk menolong para penderita mossy foot di daerah bekas gunung berapi. Mereka mengalami pembengkakan dan borok di kaki dan paha bawah, dan mudah terserang berbagai infeksi. Seperti penyandang lepra, orang-orang ini terkucil dari pergaulan masyarakat. Nathan Barlow adalah orang pertama yang menolong mereka. Tidak banyak orang mengenal dokter ini. Ketika ia meninggal dunia, sedikit saja perhatian diberikan. Saya kagum membaca kisahnya. Minimnya penghargaan tidak membuat Dr. Barlow berhenti melayani.

Yesus mengritik mereka yang pamer kebaikan agar dikagumi orang (ayat 2). Pelayanan seharusnya ditujukan kepada Bapa surgawi yang memberi upah (ayat 1b, 4b). Sedekah tampaknya sebuah tindakan yang penuh kasih dan kepedulian, namun Tuhan tahu motivasi si pemberi sedekah yang tidak dilihat orang. Menurut Yesus, pelayanan tak perlu gembar-gembor. Meski tak ada yang menyaksikan, tetap dilakukan. Tuhan-lah satu-satunya yang patut menjadi sorotan, diagungkan melalui pelayanan kita (lihat juga Matius 5:16).

Richard Foster dalam bukunya, Celebration of Discipline, membedakan antara pelayanan semu dan sejati. Pelayanan semu dilakukan melalui usaha manusia, menuntut pahala lahiriah, dan akan berhenti ketika tak ada lagi keuntungan yang dapat diperoleh. Pelayanan sejati bersumber dari Tuhan, mengutamakan perkenan-Nya, dan bertahan sebagai gaya hidup sehari-hari. Mari memeriksa pelayanan kita. Adakah kita benar-benar melakukannya bagi Tuhan? Akankah kita tetap setia meski tidak dihargai orang?

PELAYANAN SEJATI DIGERAKKAN OLEH KASIH KEPADA TUHAN.
PERKENAN-NYA CUKUP UNTUK MEMBUAT KITA BERTAHAN.

Written by Wieke Suryantara 

Jumat, 25 Mei 2012

AMPUNILAH DAN LUPAKANLAH

Yesaya 43:22-28
“...Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” (Yesaya 43:25)

Amy Charmichael, seorang wanita Irlandia yang melayani di India selama 55 tahun, termasuk penulis yang produktif. Dalam salah satu bukunya, If (1953), ia menulis: Jika aku berkata, “Ya, aku memaafkan perbuatanmu, tetapi tidak dapat melupakannya,” seolah-olah Allah, yang dua kali sehari membasuh semua pasir di semua pantai di seluruh muka bumi ini, tidak dapat membasuh ingatan buruk semacam itu dari pikiranku, maka aku tidak tahu apa-apa tentang kasih Kalvari.

Kasih Kalvari menunjukkan pengampunan Tuhan yang luar biasa bagi manusia yang patut dibinasakan. Perhatikan teguran Tuhan melalui Yesaya: umat-Nya telah memberati Tuhan dengan dosa, menyusahi-Nya dengan kesalahan (ayat 24). Sangat adil jika mereka dibinasakan. Namun, Tuhan berkenan menghapus dosa mereka, dan tidak lagi mengingat-ingatnya (ayat 25). Bukankah Tuhan Maha Pengingat? Tak mungkin Dia lupa dengan pemberontakan mereka. Dia tidak “mengingat-ingat” menunjukkan bahwa Dia tidak akan mengungkit dosa-dosa itu untuk menentang dan menghakimi mereka.

Hal “mengampuni” kerap menjadi kendala bagi banyak orang. Ketika merasa disakiti, diperlakukan tidak adil, dirugikan, atau dikhianati, tak jarang kita menyimpan amarah terhadap orang yang menyakiti kita, bahkan dendam. Mungkin kita berkata bahwa kita bersedia memaafkan, tetapi hati kita tidak. Siapakah kita? Orang-orang yang patut dimurkai dan dibinasakan! Namun, Allah bersedia mengampuni kita dan melupakan dosa-dosa kita! Lebih hebatkah kita dari Allah sehingga kita tidak harus memaafkan sesama kita dan melupakan kesalahannya? Harapkanlah anugerah dan pertolongan-Nya, lalu ampunilah dan lupakanlah.

PENGAMPUNAN ALLAH YANG SEMPURNA MEMAMPUKAN SESEORANG
MELAKUKAN HAL YANG SAMA TERHADAP SESAMANYA

Written by Sari Badudu 

Kamis, 24 Mei 2012

MERASA BENAR

1 Korintus 8:1-12
Jika ada orang yang menyangka bahwa ia mempunyai suatu “pengetahuan”, maka ia belum juga mencapai pengetahuan, sebagaimana yang harus dicapainya. Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah. (1 Korintus 8:2-3)

Seorang teman pernah mengeluhkan pemain basket dalam tim yang dilatihnya. “Memang mainnya bagus, tetapi main sendiri, tidak pernah memberi bola untuk yang lain,” jelasnya. Si pemain hebat begitu berpusat pada dirinya sendiri. Dalam pandangannya ia berbuat yang benar dengan menghasilkan poin demi poin bagi timnya, tetapi dari kacamata pelatih ia sedang mematikan semangat dan potensi yang ada dalam tim.

Beberapa orang dalam jemaat di Korintus juga berpikir bahwa mereka sedang melakukan apa yang benar, menegaskan kemerdekaan orang percaya di dalam Kristus (ayat 4-6, 8). Namun, mereka tidak memperhatikan keberatan-keberatan nurani sesama saudara seiman. Tuhan tahu hati mereka (ayat 3). Jika mereka mengasihi Tuhan, mereka akan memikirkan bagaimana agar sikap mereka dapat membangun sesama umat Tuhan (ayat 1). Namun sebaliknya, karena mereka tidak punya kasih, pengetahuan mereka menjadi batu sandungan bagi orang lain. Betapa tragis jika seseorang merasa diri benar, tetapi ternyata ia telah berdosa di mata Tuhan (ayat 12).

Semua orang yang percaya kepada Kristus akan menjadi saudara-saudara kita dalam kekekalan. Ada yang beribadah di gereja yang sama, ada yang berbeda. Ada yang kita jumpai setiap hari, ada yang hanya sebentar. Ada yang menyenangkan, ada yang menjengkelkan. Bagaimana ucapan dan tindakan kita kepada mereka jika dipandang dari kacamata Tuhan? Adakah Dia mengenal kita sebagai anak-anak-Nya yang mengasihi Dia? Satu tindakan kasih apa yang dapat kita lakukan untuk membangun saudara-saudara kita hari ini?

PENGETAHUAN + KASIH = TINDAKAN MEMBANGUN

Written by Elisabeth Chandra 

Rabu, 23 Mei 2012

INDAHNYA UJIAN

Yakobus 1:2-8
“Sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.” (Yakobus 1:3)

Dalam bukunya God’s Power to Change Your Life, Rick Warren menuturkan kisah dirinya saat masih muda. Ketika itu, ia begitu rindu memiliki buah roh kesabaran seperti dalam Galatia 5. Suatu pagi, ia berdoa supaya Tuhan menolongnya untuk menghasilkan buah roh tersebut. Siang harinya, sewaktu ia sedang makan di kampus, datanglah seseorang yang terkenal jahil. Orang tersebut dengan sengaja menumpahkan makanan ke badan Rick sampai bajunya berlepotan. Hati Rick pun panas. Namun, sewaktu ia ingin marah, tiba-tiba ia diingatkan oleh doanya tadi pagi. Ia disadarkan bahwa justru inilah ujian yang Tuhan izinkan terjadi supaya ia mengembangkan kesabaran. Ia pun mengurungkan niatnya untuk membalas.

Ada banyak sarana dalam kehidupan yang dapat Tuhan pakai untuk menumbuhkan kehidupan rohani kita. Salah satunya adalah tatkala Dia mengizinkan “gangguan” atau ujian yang tak mengenakkan kita. Penulis kitab Ibrani menjelaskan alasannya, yaitu supaya kita dapat melatih dan mengasah karakter menjadi lebih sempurna di tengah tantangan (ayat 4). Juga, agar kesabaran kita memperoleh kesempatan untuk bertumbuh (ayat 3 FAYH). Itu sebabnya, kita patut berbahagia apabila mengalami kesukaran (ayat 2). Tentu saja, saat kita mengalami ujian, kita kerap kali bimbang, tidak tahu harus berbuat dan bersikap seperti apa. Itu sebabnya, Firman Tuhan mengingatkan kita untuk tidak ragu meminta hikmat dari Tuhan (ayat 5-7). Hikmat dari Tuhan akan membuat kita lebih tenang dalam menghadapi ujian (ayat 8).

Anda mengalami ujian yang tidak menyenangkan? Ujian dari Tuhan sesungguhnya menempa karakter kita. Berdoalah supaya kita terus berhikmat dalam menjalani ujian ini.

“TUHAN MENGUJI SUPAYA KELAK DIA MEMAHKOTAI KITA.”
—Santo Ambrosius

Written by Jimmy Setiawan 

Selasa, 22 Mei 2012

HIDUP KITA TERBATAS

Mazmur 90:1-17
Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana. (Mazmur 90:12)

Dalam buku One Month To Live, Kerry dan Chris Shook menulis bahwa apabila waktu hidup kita di bumi ini hanya tinggal satu bulan lagi, kita tentu akan menghabiskan hari-hari secara berbeda serta dengan cara-cara yang unik. Para penulis buku tersebut juga percaya bahwa kita akan mengalami kehidupan yang lebih memuaskan, yang dapat meninggalkan sebuah warisan bagi kekekalan.

Kesadaran mengenai waktu hidup yang singkat dapat memberi perubahan pada bagaimana kita menjalani kehidupan. Namun, siapakah yang tahu masa hidup manusia selain Allah—Dia yang ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya (ayat 2)? Di hadapan Allah, manusia hanyalah debu; kehidupan manusia seperti suatu giliran jaga malam (ayat 4), seperti mimpi (ayat 5), seperti rumput yang pagi berkembang dan sore lisut-layu (ayat 6). Apakah yang dapat dikerjakan selama masa tujuh puluh tahun—serta “bonus” sepuluh tahun yang mungkin kita jalani jika isinya, kata pemazmur, hanyalah tahun-tahun kesukaran dan penderitaan (ayat 10)? Dalam keadaan seperti itu, pemazmur memohon Tuhan mengajarnya menghitung hari (ayat 12). Dengan begitu, manusia tahu betapa singkatnya kehidupan ini; dan menjadi bijaksana dalam menjalaninya. Pemazmur juga memohon pada Tuhan yang kekal, kasih setia yang mengenyangkannya di waktu pagi dan sukacita yang mengimbangi hari-hari kesusahan.

Membandingkan kesementaraan manusia dengan kekekalan Tuhan serta ketidaktahuan kita akan akhir kehidupan semestinya membuat kita memercayakan diri kepada Yang Maha Tahu. Dengan kesadaran itu, mari jalani hidup ini dengan bijaksana demi meninggalkan warisan berharga bagi sesama dan memegahkan nama-Nya.

KESADARAN BAHWA WAKTU KITA SANGAT TERBATAS
HENDAKNYA MENJADIKAN KITA ARIF DALAM PEMANFAATANNYA

Written by Wieke Suryantara 

Sabtu, 19 Mei 2012

MENANGKAP KESEMPATAN

Kisah Pr. Rasul 8:4-13
Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ. (Kisah Pr. Rasul 8:5)

Semenjak menerima amanat untuk menjadi saksi sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8), para murid terus giat bersaksi. Banyak orang yang menjadi percaya karena kesaksian mereka dan hal tersebut membuat marah para pemuka Yahudi. Mereka dengan keras melakukan pencegahan dan penganiayaan kepada para murid. Beberapa diantaranya dibunuh dan dipenjarakan.

Akibat adanya penganiayaan di Yerusalem, orang-orang kristiani kian terserak ke daerah-daerah sekitar. Akan tetapi, dicatat bahwa sambil menyingkir, Filipus dan para murid yang lain justru giat bersaksi. Kerinduannya untuk bersaksi mengalahkan ketakutannya akan penganiayaan. Apa yang bagi banyak orang adalah halangan pelayanan, ia tangkap sebagai peluang. Ia dan para murid lainnya dilatih untuk melihat bahwa dengan tersebarnya mereka ke segala tempat, dapat menjadi permulaan dari penggenapan untuk menjadi saksi sampai ke ujung bumi (Kisah Para Rasul 1:8). Dalam kedaulatan Allah, penganiayaan dan keterserakan bisa dibaca sebagai “penempatan” untuk menjangkau segala bangsa. Yang mereka butuhkan adalah kepekaan terhadap setiap kesempatan yang Allah bukakan.

Masihkan kita memiliki kerinduan yang dalam agar segala bangsa mendengar Kabar Baik yang menyelamatkan? Apa yang telah atau sedang kita lakukan seiring dengan kerinduan tersebut? Pernahkah kita berpikir bahwa di mana pun kita di tempatkan, dapat diartikan bahwa kita sedang diutus ke sana menjadi berkat? Dengan tetap bersaksi di tempat kita masing-masing, paling tidak sebagian besar suku bangsa sedang diperkenalkan dengan Kabar Baik yang menyelamatkan tersebut.
MEMENANGKAN SEGALA BANGSA BISA DIMULAI
DARI TEMPAT DI MANA KITA BERADA

Written by Petrus Budi Setyawan 

Jumat, 18 Mei 2012

MARTURIA

Kisah Pr. Rasul 5:26-42
Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia. (Kisah Pr. Rasul 5:32)

Kata “saksi” dalam Alkitab bahasa Indonesia kita merupakan terjemahan langsung dari kata bahasa Yunani martus atau martur. Kata ini berarti seseorang yang menyatakan apa yang telah ia lihat, dengar, atau ketahui. Dari kata ini juga berasal kata martyr dalam bahasa Inggris, yang berarti seseorang yang membawa kesaksian melalui kematiannya. Kesaksian dan kemartiran memiliki akar dan sejarah yang sangat erat.

Pada masa kini, istilah “bersaksi” disamakan dengan kegiatan mengkomunikasikan Injil secara pribadi. Pada masa Alkitab, yang salah satu kisahnya kita baca dalam bagian ini, “bersaksi” lebih merupakan pernyataan di muka umum di tengah tantangan dan penganiayaan. Orang-orang percaya ditangkap, dihina, diadili, diancam, disesah, dianiaya. Bukannya susah, mereka justru bergembira boleh menderita karena Kristus (ayat 41). Bukannya berhenti, mereka terus mengajar dan memberitakan Injil, setiap hari (ayat 42). Sejarah mencatat bahwa pengakuan dan pengorbanan orang-orang percaya mula-mula ini sangat mempengaruhi orang-orang pada masa itu. Ketegaran mereka dalam penderitaan juga meneguhkan betapa bernilainya kebenaran yang mereka beritakan. Bisa jadi hal inilah yang kemudian menyebabkan banyak imam juga menyerahkan diri dan percaya (6:7).

Gereja dipanggil untuk melanjutkan menjadi saksi hingga ke ujung bumi, sampai segala suku bangsa menerima pemberitaan Injil kerajaan yang mulia ini. Generasi sebelumnya, para rasul dan gereja mula-mula, telah memberi teladan kesetiaan untuk kita ikuti. Kiranya generasi setelah kita juga akan mendapati kita setia dalam perjuangan dan ketaatan yang sama.

ORANG MENILAI BERHARGANYA BERITA YANG ANDA BAWAKAN
DARI PENGORBANAN YANG BERANI ANDA BERIKAN

Written by Johan Setiawan 

Rabu, 16 Mei 2012

SATU IOTA PUN PENTING

Matius 5:17-20
... siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkannya, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga. (Matius 5:19)

Bagaimana perasaan Anda jika orang menyebarluaskan berita yang keliru tentang Anda? Tentu Anda marah, jengkel, tidak terima, karena akibat pemberitaan itu, orang banyak akan memiliki gambaran yang salah tentang Anda, dan mungkin memperlakukan Anda dengan tidak seharusnya.

Tuhan juga tidak menginginkan pemberitaan yang menyesatkan tentang diri-Nya. Yesus berkata bahwa “satu iota atau satu titik” pun tidak boleh ditiadakan dari firman-Nya (ayat 18). Iota (yod) adalah huruf terkecil dalam abjad Ibrani. Titik (keraia) atau goresan kecil dalam abjad Ibrani adalah unsur yang membedakan arti dari huruf-huruf yang serupa. Seluruh firman Tuhan harus dilakukan dan diajarkan dengan benar, tidak ada pengecualian. Tinggi-rendahnya tempat seseorang di dalam Kerajaan sorga tergantung pada hal ini (ayat 19). Keseriusan yang sama ditegaskan ketika kanon Alkitab diakhiri (Wahyu 22:18-19). Menurut Yesus, mereka yang menyesatkan orang lain lebih baik dibinasakan (Matius 18:6). Tuhan tidak menginginkan pemberitaan yang keliru tentang diri-Nya.

Kebenaran ini mendorong kami yang menyeleksi dan menyunting naskah Renungan Harian berhati-hati dalam mengerjakan tugas kami. Anda mungkin memiliki kesempatan-kesempatan yang berbeda untuk mengajarkan firman Tuhan kepada orang lain. Mari bersama melakukannya dengan kerinduan agar mereka mengenal Tuhan sebagaimana Dia ingin dikenal, agar mereka tidak salah bersikap terhadap-Nya. Itu artinya, kita makin teliti belajar Alkitab dan makin berhati-hati dalam mengajarkannya.

PEMBERITAAN YANG KELIRU AKAN TUHAN
AKAN MEMBAWA PENGENALAN YANG KELIRU TENTANG DIA

Written by Elisabeth Chandra

Selasa, 15 Mei 2012

PERCAYA RAMALAN BINTANG?

Ulangan 18:9-22
Sebab bangsa-bangsa yang daerahnya akan kaududuki ini mendengarkan kepada peramal atau petenung, tetapi engkau ini tidak diizinkan Tuhan, Allahmu, melakukan yang demikian. (Ulangan 18:14)

Orang kristiani membaca Horoskop, bolehkah? Barangkali sebagian menjawab: “Boleh saja, kan tidak memercayainya” atau “Ah, saya cuma iseng saja, kok. Tidak ada maksud mendalami, apalagi memercayai.” Sebagian yang lain dengan tegas berkata tidak pada horoskop, karena itu artinya praktik ramal yang adalah dosa. Apa kata Alkitab tentang hal ini?

Praktik ramal meramal sudah ada sejak zaman bangsa Israel. Tuhan mengingatkan mereka bahwa praktik-praktik semacam itu akan banyak dijumpai ketika mereka masuk negeri Kanaan (ayat 9, 14). Umat Tuhan haruslah mendengarkan suara Tuhan, dengan cara yang Tuhan tentukan (ayat 15). Meminta petunjuk pada dewa, arwah, roh peramal, orang mati, atau hal-hal lain di luar cara Tuhan, berarti pemberontakan terhadap Tuhan (ayat 11-12; bandingkan Imamat 19:26, 31). “Sebab setiap orang yang melakukan hal-hal ini adalah kekejian bagi Tuhan” (ayat 12).

Masalah horoskop jauh melampaui soal boleh atau tidak boleh membaca. Ini masalah hati yang berpaut pada Tuhan sebagai satu-satunya otoritas dalam hidup. Kita perlu menyelidiki hati: mengapa saya lebih banyak mencari petunjuk akan masa depan di luar firman Tuhan? Tidakkah itu berarti saya meragukan petunjuk-Nya? Waspadalah! Hal itu tidak sepele di mata Tuhan! Jangan pula merasa sudah benar jika kita tak pernah membaca horoskop. Bisa jadi kita tidak membaca karena tidak ingin dipandang negatif, namun sebenarnya kita juga mencari petunjuk dalam hal-hal lain. Hati yang berpaut kepada ilah lain, itulah kekejian bagi Tuhan.

PANCANGKAN TINGGI-TINGGI TIANG KEKUDUSAN
UNTUK MENOLAK SEGALA KEKEJIAN YANG MENDUKAKAN TUHAN

Written by Sunandar 

Senin, 14 Mei 2012

BERDOA SESUAI KEHENDAK-NYA

Roma 8:18-30
Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi roh sendiri menyampaikan permohonan kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan. (Roma 8:26)

Pernahkah Anda bingung saat hendak berdoa? Misalnya saja saat menghadapi penyakit. Haruskah berdoa minta kesembuhan atau mohon kekuatan untuk menanggungnya? Permintaan mana yang akan didengar Tuhan? Haruskah berdoa untuk keluar dari sebuah tempat yang sulit atau mohon kasih karunia untuk bertahan? Pada satu titik, saya sempat berhenti berdoa karena merasa tidak yakin apakah saya berdoa sesuai kehendak Tuhan.

Bacaan hari ini memberi penghiburan luar biasa: “Roh Kudus membantu kita dalam kelemahan kita”. Paulus mengingatkan jemaat di Roma bahwa sebagai anak-anak Tuhan, mereka memiliki pengharapan yang mulia, sekalipun mereka masih hidup di tengah berbagai penderitaan, keluhan, dan kesakitan di dunia ini (18-25). Dalam kelemahan itu, kita yang rindu berdoa dengan penuh iman pun acap kali tidak tahu pasti apa yang Tuhan mau. Syukur kepada Tuhan, ketika kita mengeluh dengan kerinduan bahwa kemuliaan Tuhan akan dinyatakan (ayat 18-19), Roh Kudus membantu kita berdoa sesuai kehendak-Nya (ayat 27). Dan, ketika Roh Tuhan sendiri yang berdoa, bukankah Dia pasti mendengarkan?

Ada hal-hal yang jelas kita kenali sebagai kehendak Tuhan, misalnya hidup dalam iman, kasih, dan kekudusan. Namun, kita tidak diminta mengetahui tiap detail kehendak-Nya. Dia memahami ketidaktahuan kita, dan karena itu Roh-Nya berdoa bagi kita. Yang diperhatikan-Nya bukan ketepatan kata, melainkan kesungguhan hati yang merindukan kemuliaan-Nya dinyatakan. Bersyukurlah bahwa karya Tuhan tidak dibatasi oleh kelemahan kita. Tetaplah datang kepada-Nya di tengah situasi sesulit apa pun.

KETIKA KITA MERINDUKAN KEMULIAAN TUHAN DINYATAKAN,
TIAP PERMOHONAN DISEMPURNAKAN-NYA JADI DOA YANG DIPERKENAN.

Written by Elisabeth Chandra 

Sabtu, 12 Mei 2012

KASIH TANPA BATAS

Hosea 11:1-11
Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang bernyala-nyala itu, tidak akan membinasakan Efraim kembali. Sebab Aku ini Allah dan bukan manusia, Yang Kudus di tengah-tengahmu, dan Aku tidak datang untuk menghanguskan. (Hosea 11:9)

Kita tentu tidak asing dengan cerita rakyat Malin Kundang. Cerita tentang seorang anak yang melupakan kebaikan ibu yang telah membesarkannya. Setelah kaya, ia malu mengakui ibunya yang sudah tua dan miskin. Ibunya berusaha menyadarkan, tetapi ia tetap tidak mau mengakui. Akhirnya kesabaran sang ibu habis. Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Kesabaran sang ibu, sebagai manusia, ada batasnya.

Hosea menggambarkan hati Allah yang penuh belas kasih dengan begitu indah. Meski begitu, kebaikan dan belas kasih-Nya kerap kali dilupakan umat Israel. Mereka lupa bahwa Tuhanlah yang telah membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir, dan menolong sepanjang perjalanan menuju tanah perjanjian (ayat 1). Ironisnya, bukannya mensyukuri kemurahan dan pertolongan Tuhan, mereka malah menjauh dari Tuhan. Mereka berpaling menyembah ilah lain (ayat 2-4,7). Sungguh bersyukur bahwa Tuhan bukan manusia Dia tak pernah habis kesabaran seperti ibu Malin Kundang. Dia memberi disiplin pada umat-Nya (ayat 5-6), namun tidak menghendaki umat-Nya “hangus” dan “binasa” (ayat 8-9). Tuhan adalah pribadi penuh belas kasihan yang menghendaki umat-Nya bertobat.

Membaca bagian firman Tuhan hari ini membawa kita kembali menyelami kebesaran kasih Tuhan, sekaligus menyadari betapa kita sangat layak dimurkai. Bukankah kita pun sering berpaling dari-Nya seperti bangsa Israel? Segala perbuatan-Nya dalam hidup kita terlupakan begitu saja. Bersyukur bahwa Tuhan bukan manusia yang terbatas dalam kasih. Mari mohon Tuhan menolong kita untuk tidak menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan.

KASIH IBU SEPANJANG JALAN. KASIH TUHAN TIDAK ADA BATASNYA.

Written by Yakobus Budi Prasojo 

Jumat, 11 Mei 2012

IKAN BESAR

Yunus 1:17-2:10
Maka atas penentuan Tuhan datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya. (Yunus 1:17)

Orang Ibrani mempunyai keyakinan bahwa “dunia orang mati” itu berada di bawah. Ya, jauh di kedalaman di bawah sana. Gelap; mengerikan; jauh dari hadirat Tuhan. Ketika Yunus dilempar ke dalam lautan yang sedang bergelora, pastilah ia merasa bahwa dirinya sedang dikirim ke “dunia orang mati” itu. Ternyata tidak! Seekor “ikan besar” menelannya atas perintah Tuhan!

Yunus berada di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam. Ia menyadari, ternyata di pusat lautan, ia masih hidup (ayat 3). Tuhan belum selesai berurusan dengannya. Yunus bukan saja dikejar-Nya dengan “badai besar” (lihat Yunus 1:12), melainkan juga ditangkap-Nya dengan “ikan besar”. Kini, ia layaknya seorang anak dalam genggaman erat tangan bapanya. Yunus sadar, jika “badai besar” dan “ikan besar” saja taat kepada Tuhan, bukankah sepatutnya ia mematuhi panggilan Tuhan? Ia teringat kepada Tuhan (ayat 7). Dan, dalam kesempatan hidup yang kedua itulah Yunus bertekad memenuhi nazarnya kepada Tuhan—dalam rasa syukur, Yunus berdoa kepada Tuhan (ayat 9). Perut ikan itu seolah malah menjadi sebuah ruang doa yang hening—bukan kuburan sepi baginya.

Apakah kita merasa tengah berada di “perut ikan besar” yang menelan kita setelah kesalahan besar yang kita lakukan pada masa lampau? Mungkin itu adalah kondisi sakit parah, ekonomi yang sedang jatuh, studi yang gagal, cinta yang kandas, atau bahkan jeruji penjara. Tuhan belum selesai dengan kita. Berpalinglah kepada-Nya dan berdoalah, dengan diiringi keyakinan bahwa kondisi kini—apa pun itu—justru dapat Dia pakai sebagai “perut ikan” yang akan mengembalikan kita kepada tujuan-Nya yang mulia.

SEKALIPUN RENCANA KITA GAGAL TERLAKSANA,
TUHAN TAK PERNAH GAGAL MEMENUHI RANCANGAN-NYA.

Written by Pipi Agus Dhali 

Kamis, 10 Mei 2012

NYATA DALAM KEGELAPAN

Ayub 42:1-6
Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau. (Ayub 42:5)

Gelap kerap diidentikkan dengan hal-hal negatif. Namun, tidak bagi para astronom di Boscha, Lembang. Gelap mutlak diperlukan dalam pengamatan bintang dan benda-benda angkasa nan indah. Sayangnya, pembangunan pemukiman dan gedung-gedung baru membuat langit Bandung dan sekitarnya menjadi makin terang benderang saat malam. Kondisi ini membuat para peneliti khawatir, pengamatan benda-benda angkasa lewat teropong bintang tak lagi bisa dilakukan karena polusi cahaya.

Dalam perjalanan hidup bersama Tuhan, kita pun kerap menolak “gelap”. Kita berharap Dia senantiasa membawa kita berjalan dalam terang. Kenyataannya, ada masa ketika Dia membawa kita berjalan melewati lembah kelam. Lihatlah Ayub. Dalam izin dan kedaulatan Tuhan, Ayub pernah mengalami keadaan yang sangat buruk. Malapetaka menimpanya bertubi-tubi, hingga Ayub berkeluh kesah (Ayub 3). Tuhan pun menyatakan diri-Nya di tengah badai (Ayub 38-41). Tidak semua pertanyaan Ayub dijawab Tuhan. Namun, apa yang dinyatakan Tuhan itu lebih dari cukup bagi Ayub. Ia mengerti. Sama seperti kilau bintang yang tampak paling indah di kegelapan malam, malapetaka yang Ayub alami adalah sarana yang Tuhan pakai untuk menyatakan Pribadi-Nya dalam hidup Ayub—yang selama ini luput dari pengamatannya (ayat 5).

Gelap tak selamanya buruk. Keadaan apa pun yang kita alami saat-saat ini dapat menjadi sarana Tuhan menyatakan kasih, kuasa, berkat, dan Pribadi-Nya. Lebih dari itu, Dia rindu kita makin mengenal dan mengalami-Nya secara pribadi, hingga kita dapat mengaku: “... sekarang kukenal Engkau dengan berhadapan muka” (ayat 5 BIS).

TUHAN MENGIZINKAN KEGELAPAN HADIR DALAM HIDUP ANDA,
SUPAYA TERANG-NYA TERLIHAT MAKIN NYATA.

Written by Okky Sutanto 

Rabu, 09 Mei 2012

PERHATIKANLAH ...

Ratapan 3:21-32
Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Ratapan 3:21-23)

Ada hal-hal yang senang saya lihat di pagi hari. Bunga-bunga yang semalam menguncup, kembali mekar berseri; anak-anak sekolah melangkah penuh semangat; sayuran segar tertata rapi di gerobak penjual sayur; langit biru membentang menggantikan gelap malam; sinar matahari yang terasa hangat menyentuh kulit. Memperhatikan “sapaan Tuhan” itu, segala penat kemarin seolah sirna, semangat saya diperbarui lagi.

Di tengah penderitaan, penulis kitab Ratapan mengarahkan perhatiannya pada hal yang tepat. Ia tidak berfokus pada situasi, tetapi pada kasih setia Tuhan. Ia memperhatikan pagi demi pagi berganti, dan tahu bahwa itu dimungkinkan karena pemeliharaan Tuhan yang setia (ayat 22- 23). Ia sadar bahwa yang terpenting bagi jiwanya adalah Tuhan, bukan hal yang lain (ayat 24). Di dalam penderitaan dan tekanan hidup, ia percaya akan kebaikan Tuhan (ayat 25). Itulah sukacita dan pengharapannya. Sekalipun tampaknya Tuhan tak segera menyelesaikan masalah, namun ia yakin Tuhan tahu waktu yang terbaik untuk segala sesuatu, jadi ia pun menanti (ayat 26-32).

Hal apakah yang hari-hari ini merampas perhatian Anda? Badai masalah? Tekanan hidup? Alihkan perhatian Anda kepada Allah dan berharaplah kepada-Nya. Kesetiaan-Nya tampak jelas bahkan lewat hal-hal sesederhana sinar mentari dan udara pagi. Perhatikan bagaimana Dia mencukupkan dalam kebutuhan sehari-hari, bahkan ketika terkadang kita lupa memohonnya. Perhatikan pertumbuhan karakter yang dimunculkannya dalam diri Anda melalui beragam situasi sulit. Perhatikan pertolongan-Nya yang selalu tepat waktu. Ya, perhatikan dan perhatikanlah lagi.

ARAHKAN PERHATIAN ANDA DENGAN TEPAT:
BUKAN PADA BESARNYA MASALAH TAPI PADA BESARNYA TUHAN.

Written by Sicillia Leiwakabessy 

Selasa, 08 Mei 2012

PANDANGLAH PADA YESUS

Mazmur 121
Pertolonganku ialah dari Tuhan yang menjadikan langit dan bumi. (Mazmur 121:2)

Apakah Anda mengenal lagu “Pandanglah Pada Yesus”? Lagu ini ditulis Helen H. Lemmel dalam kondisi hidup yang tidak menyenangkan. Pada pertengahan usia hidupnya, ia menderita kebutaan yang membuatnya ditinggalkan suami. Ia juga beberapa kali mengalami serangan jantung. Lagu yang digubahnya itu menjelaskan “rahasia” yang membuat ia mampu bertahan melalui berbagai situasi yang menyesakkan hingga akhir hidupnya.

Jauh sebelum Helen mengalami berbagai pergumulannya, pemazmur mengalami kerumitan hidup yang tak kalah besar dan menggubah pula pujian yang indah dalam Mazmur 121. Dalam kesulitan, ia berusaha mencari pertolongan. Ia memandang ke gunung-gunung (ayat 1) dan Tuhan (ayat 2). Gunung-gunung batu yang kokoh secara fisik memang dapat menjadi tempat perlindungan yang baik dari serangan musuh. Namun, pemazmur tahu bahwa gunung-gunung itu tidak dapat menjamin keamanan seutuhnya. Ia menyadari bahwa pertolongan sejati itu datang dari Tuhan, meski Dia secara fisik tak tampak. Ia yakin bahwa hanya Tuhan yang mampu menjagainya 24 jam, menaunginya dari segala bahaya, dan yang tidak pernah terlelap (ayat 3-8). Pertolongan Tuhan itulah yang memampukannya melewati setiap pergumulan.

Hidup yang kita jalani tidak mudah. Ada tantangan dan badai yang harus dilalui. Di tengah berbagai kesulitan hidup, kepada apa atau siapa kita mengarahkan pandangan kita—meminta kekuatan dan pertolongan? Adakah hal-hal lain, selain Tuhan, yang menjadi sumber pengandalan diri kita? Pandanglah kepada Yesus—Pribadi yang dapat memberi pertolongan sejati, dan memampukan melewati pergumulan dengan cara-Nya.

LELAH DAN SUSAHKAH JIWAMU, SERTA GELAP GULITAKAH?
PANDANGLAH T’RANG JURUS’LAMATMU, HIDUPMU ‘KAN BAHAGIALAH.
(Kidung Puji-pujian Kristen No. 174)

Written by Bernard Tjio 

Senin, 07 Mei 2012

“TETAPI” YANG KUDUS

Habakuk 3
... namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan, beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku. (Habakuk 3:18)

Rasanya kita kerap mendengar pernyataan seperti ini, “Pak Pendeta A itu sebenarnya pintar, tetapi khotbahnya sulit dimengerti.” Awalnya pujian, ujungnya kritikan, dijembatani kata sambung tetapi. Orang itu bermaksud mengkritik, tetapi menghaluskannya dengan melontarkan pujian dulu. Maksud utamanya ya pernyataan sesudah kata tetapi itu: kritikan.

Alkitab juga banyak memuat “jembatan “tetapi”, namun dengan maksud yang sama sekali berbeda. Ratapan Habakuk, misalnya. Nabi ini meratapi kondisi bangsanya yang memprihatinkan. Ia tidak menyanggah kenyataan kasat mata yang memilukan dan mengecewakan di sekitarnya. Pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, ladang-ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam kandang (ayat 17). Hanya saja, ia tidak berkutat di situ. Dengan meniti “jembatan tetapi”, ia mengarahkan pandangan pada penyelamatan dan pemeliharaan Allah: “... namun aku akan bersorak-sorak di dalam Tuhan” (ayat 18). Kita dapat menyebutnya sebagai “tetapi yang kudus” dan kita dapat menerapkannya dalam keseharian kita.

Anda menghadapi kondisi yang mengecewakan, tidak sesuai dengan harapan Anda? Anda tidak perlu melarikan diri dari kenyataan ini; Anda hanya perlu meniti “jembatan tetapi” untuk mengarahkan pandangan pada kebenaran Allah. Misalnya, “Tuhan, aku sulit mengampuni si A dan aku tahu aku tidak mampu mengampuninya dengan kekuatanku sendiri. Tetapi, kasih-Mu begitu besar dan tidak terbatas. Alirkanlah kasih-Mu itu melalui diriku.” Maka, seperti terang mengusir kegelapan, kebenaran Allah yang kekal pada akhirnya akan menelan kenyataan yang fana.

HADAPI KENYATAAN HIDUP
DENGAN BERFOKUS PADA KEBENARAN TUHAN

Written by Arie Saptaji 

ANAK PANAH

Retreat Breakthrough GIVING MINISTRY
 Pernahkah kamu mengalami suatu keadaan yang membuat hidupmu seperti ditarik mundur, jauh dari harapan?

 Pernahkah kamu melihat orang-orang yang dulunya berapi-api tiba-tiba seperti kehilangan semangat bahkan lenyap dari peredaran?

 Pernahkan kamu melihat atau bahkan merasakan bahwa orang-orang yang pernah kau lihat (atau bahkan dirimu sendiri) mengalami kemunduran itu, lalu tiba-tiba melesat cepat ke depan dan meraih banyak hasil?

 Pasti pernah, bukan?

 Kita seperti anak panah di tangan Tuhan..

 Ada masa-masa anak panah itu melesat cepat terlepas dari busurnya menuju sasaran yang dimaksudkan.
 Ada masanya anak-anak panah itu harus istirahat dalam kantong-NYA.
 Namun di saat yang diperlukan, anak panah itu akan dipasang dalam busur-NYA ditarik kebelakang..
 Sejauh mungkin untuk mencapai suatu sasaran.
 Semakin jauh tarikannya, semakin jauh pula jarak yang akan ditempuh.
 Semakin panjang rentang busur menarik ancang-ancang, makin cepat pula anak panah itu melesat.

 Jadi...
 Jika kau seperti dalam keadaan yang mundur, bersabarlah :
 Mungkin Tuhan tengah meletakkanmu di busur-NYA.
 Menarikmu jauh-jauh ke belakang, agar di saat kau dilepaskan, kau memiliki daya dorong yang kuat untuk mencapai sasaran..

 Dan jika kau melihat seorang teman seperti tengah mengalami kemunduran, jangan buru-buru menghakimi dengan mengatakan "Apinya telah padam"
 Jadilah teman yang baik, yang mendampingi di saat temanmu sedang "dimundurkan" karena dengan demikian kau ikut menjaganya agar tidak sampai putus asa dan terkulai.
 Kamu, aku, dia, mereka... adalah anak-anak panah ditangan TUHAN.
 Hidup untuk mencapai suatu sasaran yang sudah ditetapkan.

 Tetaplah semangat, tetaplah bersabar, tetaplah bekerja keras, tetaplah melakukan yg terbaik, karena semua akan indah pada waktunya.

 Be a great arrow......

By : Derma Manalu
http://www.facebook.com/derma.manalu

Jumat, 04 Mei 2012

TEMPAT IBADAH vs. SARANG PENYAMUN

Yeremia 7:1-15
Sudahkah menjadi sarang penyamun di matamu rumah yang atasnya nama-Ku diserukan ini? Kalau Aku, Aku sendiri melihat semuanya, demikianlah firman TUHAN. (Yeremia 7:11)

Dalam cerita Ali Baba atau dongeng 1001 malam lainnya kerap muncul tokoh penyamun. Para penyamun itu selalu lari ke gua, ke sarangnya, tiap kali selesai merampok. Mengapa? Karena di sarang itu mereka merasa aman dan puas bersenang-senang, sebelum keluar untuk merampok lagi. Mungkinkah rumah ibadah hari ini berpotensi menjadi “sarang penyamun”?

Bacaan kita hari ini menunjukkan Allah yang tidak mau hadir dalam ibadah umat Israel (ayat 3 dan 7). Mengapa? Karena perilaku dan sikap hati mereka seperti penyamun: masuk ke rumah ibadah hanya mencari rasa aman, tetapi tingkah laku mereka tidak pernah berubah (ayat 8-10). Kemungkinan besar para pemimpin di Bait Tuhan memiliki andil besar atas penyalahgunaan ibadah ini sehingga Tuhan menyebut perkataan mereka sebagai dusta (ayat 4, bandingkan dengan pasal 23:16-17). Umat jadi merasa selalu di pihak Tuhan dan diberkati Tuhan meski di luar Bait Tuhan terus mengulang kejahatan (ayat 10). Mengerikan!

Gereja atau persekutuan kristiani bukanlah tempat untuk mencari rasa aman dan berbagai alasan pemaaf untuk kelakuan kita yang jahat. Jika selama ini kita mempraktikkan mental penyamun, mari bertobat! Tuhan berkenan atas umat yang datang dengan gentar dan sesal mengakui segala kebobrokannya, dan mau berbalik memperbaiki hidup bersama-Nya. Mari berdoa agar gereja-gereja di Indonesia dipenuhi dengan makin banyak anak-anak Tuhan yang hidupnya sungguh-sungguh diubahkan oleh Firman dan menjadi agen perubahan di tengah bangsa yang dikenal saleh tetapi masih sarat dengan kejahatan dan malapetaka ini.

GEREJA DIPANGGIL UNTUK HADIRKAN IBADAH SEJATI:
HIDUP UMAT YANG SESUAI FIRMAN SETIAP HARI.

Written by Iwan Catur Wibowo 

Kamis, 03 Mei 2012

HARTA SURGAWI

Markus 10:17-31
Tetapi Yesus memandang dia dan mengasihinya, lalu berkata kepadanya, “Hanya satu lagi kekuranganmu: Pergilah, juallah apa yang kaumiliki dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari dan ikutlah Aku.” (Markus 10:21)

Sembari menunggu mobil saya mendapat perawatan rutin, saya berbincang dengan pemilik bengkel. Ia berkisah bahwa dulu saat masih menjadi pemasok tembakau bagi pabrik rokok, penghasilannya sangat melimpah. Setelah bertobat, ia bergumul dengan pekerjaannya sebab penghasilan itu ia peroleh dari rusaknya kesehatan banyak orang. Ia lalu menjual gudang beserta isinya dan membuka bengkel. Ia melepaskan sumber pendapatan yang besar bagi hidupnya. Penghasilannya kini terbatas, tetapi ia mendapatkan kepuasan.

Sikap ini bertolak belakang dengan seseorang yang menemui Yesus untuk mengetahui cara memperoleh hidup kekal. Ia berharap telah memenuhi syarat untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah melalui hidupnya yang saleh menurut hukum Taurat (ayat 20). Dari jawaban Tuhan Yesus kita tahu bahwa hidup kekal hanya diperoleh jika seseorang mengikut Yesus sepenuhnya, tanpa ada yang menahan-nahan pun menghalang-halangi—terlebih harta kekayaan di dunia ini. Persoalannya, harta orang tersebut sangatlah banyak. Ia tak rela melepaskannya, maka mukanya menjadi muram dan pergi dengan sedih (ayat 22). Tuhan Yesus menegaskan bahwa siapa pun yang meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Dia, akan menerima kembali seratus kali lipat ... dan ia akan menerima hidup yang kekal (ayat 30).

Apakah kita tengah menggumuli panggilan untuk mengikut Yesus sepenuh hati? Masih adakah penghalang yang membuat kita ragu dan bimbang melangkah? Kiranya kasih dan cinta kita kepada Yesus menjadikan kita rela; bahkan mantap melangkah mengikut Dia.

MENGIKUT KRISTUS SERING BERARTI MENINGGALKAN HARTA BERHARGA.
NAMUN APA ARTINYA ITU DIBANDING KEMULIAAN KEKAL NANTI?

Written by Heman Elia 

Selasa, 01 Mei 2012

HATI PENUH PUJIAN

1 Tesalonika 5:12-22
Bersukacitalah senantiasa. Tetaplah berdoa. Ucapkanlah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tesalonika 5:16-18)

Pada 1960, Dean Denler, suami Ruth Meyers (penulis 31 Days of Praise), dirawat karena kanker terminal. Saat itulah ia memutuskan untuk membuat kamar rumah sakitnya suatu tempat kediaman istimewa bagi Tuhan. “Aku akan memuji Tuhan sepanjang kekekalan,” katanya kepada Ruth, “tapi hanya selama waktuku yang singkat di bumi aku dapat membawa kesukaan bagi-Nya dengan memuji Dia di tengah kesakitan.” Ketika meninggal, teman dekatnya berkata, “Kamar Dean menjadi suatu tempat suci, ranjangnya sebuah mimbar; dan semua yang datang untuk menghiburnya diberkati.” Lagu pujian memang tidak menyembuhkan fisik Dean. Namun, orang dapat mencermati bagaimana pujian yang lahir dari hati penuh syukur mengubah cara pandangnya terhadap penyakit; dan membawa orang lain memuliakan Allah.

Paulus juga berpesan agar jemaat di Tesalonika bersyukur dalam segala hal (ayat 18). Mengapa? Sebab itulah yang dikehendaki Tuhan. Ya, Anda tidak salah baca. Mengucap syukur dalam segala hal adalah kehendak Kristus. Sukacita dan syukur jemaat Tesalonika menjadi teladan bagi banyak orang, bukan karena segala sesuatu lancar bagi mereka (lihat 1 Tesalonika 1:6-9). Penindasan tidak menghalangi hati yang dipenuhi syukur melahirkan pujian bagi Tuhan.

Dalam hal apa atau saat-saat seperti apakah Anda memuji Tuhan—bersukacita dan bersyukur kepada-Nya? Apakah pujian Anda kepada Tuhan kerap dipengaruhi keadaan sekitar? Pujilah Tuhan, sebab itulah kehendak-Nya. Itu menyukakan hati-Nya, dan membawa orang lain memandang kemuliaan-Nya.

BERSYUKURLAH DALAM SEGALA HAL.
TUNJUKKAN BETAPA TUHAN LAYAK DIPUJI DALAM SEGALA SITUASI.

Written by Wieke Suryantara 

Senin, 30 April 2012

SUDAH TAHU AKHIRNYA

Wahyu 19:1-21
Kemudian aku mendengar seperti suara himpunan besar orang banyak, seperti desau air bah dan seperti deru guruh yang hebat, katanya: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. (Wahyu 19:6)

Saya tak pernah melewatkan satu pun tayangan X-Men. Namun, saat film terbaru tayang dan mengisahkan asal-usul salah satu tokohnya, Wolverine, saya merasa tidak terlalu antusias. Alasannya, saya sudah tahu seperti apa akhir ceritanya: Wolverine pasti tetap hidup. Kalau ia mati, kisah X-Men akan berantakan. Lalu saya sadar bahwa meski saya sudah tahu akhir ceritanya, saya belum tahu bagaimana cerita itu berkembang hingga selesai. Inilah yang membuat X-Men menarik.

Demikian juga dengan akhir dunia. Kitab Wahyu membeberkan akhir ceritanya: Tuhan pasti mengalahkan Si Jahat, menyempurnakan kembali Kerajaan-Nya, dan memulihkan kembali seluruh ciptaan. “Binatang itu pun tertangkap dan bersama-sama dengan dia nabi palsu .... Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala dengan belerang” (ayat 20). Namun begitu, tahu bagaimana cerita  berakhir tak boleh membuat kita berdiam diri. Kebenaran ini memberi kita hak istimewa untuk ambil bagian dalam jalan cerita serta mengalami bagaimana akhir ceritanya; menjadi bagian dari orang-orang yang berseru: “Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! ...” (ayat 6-7).

Mari ambil bagian dalam cerita tersebut; terlibat dalam karya pelayanan-Nya. Tak terbatas pada pelayanan gerejawi, tetapi juga pekerjaan, keluarga, masyarakat, bahkan dunia. Diiringi keyakinan pengharapan bahwa apa yang kita lakukan tidak sia-sia; kita tahu bahwa pada akhirnya Dia yang kita layani akan bertakhta sampai selama-lamanya.

PENGETAHUAN AKAN AKHIR CERITA DUNIA SEHARUSNYA MENDORONG KITA
ANTUSIAS MELAYANI TUHAN DALAM HIDUP DI DUNIA

 Written by Alison Subiantoro

Sabtu, 28 April 2012

APA PERTANYAANNYA?

Kisah Pr. Rasul 17:16-34
Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu. (Kisah Pr. Rasul 17:23)

Mengapa orang terkadang menolak berita Injil yang kita sampaikan? Adakah yang keliru dengan berita yang kita sampaikan? Ataukah ada yang salah dengan cara penyampaian kita?

Dalam suatu perjalanan penginjilan, Paulus sampai di Atena. Kota Atena adalah pusat kebudayaan dan filsafat Yunani. Banyak kuil dan patung dewa-dewi Yunani berdiri megah. Peradaban maju; ilmu pengetahuan berkembang. Karena itu, berita teranyar ialah satu-satunya bahan percakapan yang mau mereka katakan dan dengar (ayat 21). Sebab itu, memberitakan pesan penting dengan kemasan biasa serta nada menggurui kepada komunitas seperti itu tentu bisa berakibat penolakan. Paulus menyadari realitas ini. Maka, ia mengontekstualisasikan berita Injil sedemikian rupa sehingga bisa dimengerti. Isinya tetap sama, yaitu tentang karya keselamatan Allah melalui Yesus Kristus. Cara yang ia pakai saat mewartakan Injil kepada orang Yahudi tentu berbeda dengan saat ia ada di Atena. Ia mulai dari sebuah tempat di mana terdapat mezbah dengan tulisan: “Kepada Allah yang tidak dikenal” (ayat 23). Ia memulainya dari tradisi yang berkembang dan mengakar di tempat itu. Itu menjadi sarana yang efektif. Dari situlah pintu masuk berita Injil.

Negeri kita, Indonesia, memiliki bermacam budaya, tradisi, dan kearifan lokal. Mempelajarinya adalah sesuatu yang baik. Pemahaman akan konteks budaya lokal adalah jembatan yang baik. Kemudian, disertai hikmat yang kita pinta dari Allah, kita dapat memilih dan memilah mana yang baik-mana yang tidak baik untuk digunakan sebagai pintu masuk bagi pekabaran Injil.

KABARKAN INJIL DENGAN HATI DAN TELINGA,
BUKAN HANYA DENGAN MULUT.

Written by Alison Subiantoro 

Jumat, 27 April 2012

PERTEMUAN ILAHI

Kisah Pr. Rasul 8:26-40
Kemudian berkatalah seorang malaikat Tuhan kepada Filipus, “Bangkitlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza.” Jalan itu jalan yang sunyi. Lalu Filipus bangkit dan berangkat. (Kisah Pr. Rasul 8:26-27a)

Saya sering kagum dengan para penjaja makanan atau barang dagangan. Mereka tahu bahwa tidak semua orang yang mereka tawari akan membeli. Akan tetapi, toh mereka terus tanpa jemu menjajakannya karena yakin bahwa sekali waktu akan ada yang tertarik dan membeli. Hal ini berbeda dengan salah satu alasan yang dimiliki oleh orang kristiani dalam menolak membagikan Kabar Baik. Mereka takut menghadapi penolakan dan karena itu mereka memilih untuk tidak berangkat dan memberitakannya.

Kita mungkin tidak pernah menduga akan ada orang seperti sida-sida dari Etiopia ini. Ia sedang dalam perjalanan sembari membaca gulungan kitab Yesaya. Firman Allah dan Roh Kudus melakukan pekerjaan ajaib di dalam kesenyapan. Ia sangat mengharapkan ada seseorang yang menerangkan arti Firman tersebut. Ya, ia seperti ikan yang mencari nelayan! Ketika Filipus berangkat menjumpainya, ia berhadapan dengan sebuah tugas yang relatif mudah. Filipus seperti  memasukkan kail ke mulut ikan yang menganga. Sebuah kesempatan yang tidak selalu didapatkan, tetapi kalau ia enggan untuk berangkat maka kesempatan ini pun akan lewat.

Sangat mungkin ada orang-orang yang sedang menunggu pertemuan ilahi dengan kita. Ada orang-orang yang sudah sangat siap untuk mendengarkan Injil dan memberikan respons yang tepat. Mungkin itu adalah salah satu kesempatan yang hanya bisa kita dapatkan ketika kita mau berangkat. Maka, taat dan berangkatlah! Berdoalah agar kita menjumpai pertemuan-pertemuan ilahi yang telah Dia persiapkan. 

PERTEMUAN ILAHI TAK AKAN KITA JUMPAI
KALAU KITA TIDAK PERNAH MAU MEMULAI BERSAKSI

Written by Petrus Budi Setyawan 

Yang Paling Banyak Dibaca