Selamat datang ke blog Giving ministry

Giving Ministry (GM) : Sebuah pelayanan kerohanian yang bersifat INTERDENOMINASI yang berada dibawah naungan Yayasan Giving Indonesia (YGI).
Lahir di kota Medan-Indonesia, 31 Januari 2009.

VISI : Menjadi tempat persemaian bagi anak-anak Tuhan untuk menggali dan mengembangkan POTENSI baik secara PROFESIONAL dan APOSTOLIK agar berbuah dan siap memberkati kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dan Bangsa-bangsa.

Sabtu, 17 Desember 2011

Kisah sahabatku di Pulau SUMBA

Ini cerita rekan saya Parlin. Tahun 2000 saat kami masih kuliah, suatu kali kami ketemu di perpustakaan Umum. Parlin cerita kalau mimpinya sebelum kenal KRISTUS adalah Memiliki mobil sport Mewah dan ditemani beberapa perempuan cantik dan seksi. saya ingat banget cerita itu. sekarang setelah mengenal Kritus, berubah 180 derajat :)
Inilah salah satu ceritanya yang sangat membakar diriku pribadi :

(4 december 2011) Ketika penerbangan yang saya tumpangi perlahan-lahan turun dari ketinggian ribuan kaki di langit Sumba NTT, untuk mendarat di Bandara Umbu Mehang Kunda Waingapu, pikiran saya melayang-layang ke 3 tahun yang lalu ketika saya pertama kali menjejakkan kaki di tanah ini. Hari itu saya benar-benar merasa out-of-place. Seumur hidup saya telah bertumbuh di kota-kota besar, melihat bandara-bandara yang tertata rapi, penjagaan ketat, ruang tunggu yang besar…sebaliknya saya telah sampai ke ruangan tunggu kecil dipenuhi ratusan manusia berkulit gelap, sebagian merk bawa golok, sebagian pake sarung sumba, ikat kepala dan barang-barang yang berserakan dimana-mana…

Timpangnya keadaan Indonesia bagian Timur dibandingkan pembangunan yang pesat di Indonesia bagian Barat semakin terasa ketika mobil yang membawa saya ke kota Waikabubak, Kab. Sumba Barat melewati desa-desa kecamatan. Tidak ada bangunan tingkat dua, rata-rata bangunan rumah yang terbuat dari batako tidak diplester dan tidak dicat. Bahkan banyak rumah masih terbuat dari tepas dan seng atau rumah-rumah panggung dengan atap ilalang. (Dan ini di pinggir jalan raya propinsi, bagaimana dengan pedalamannya ? )

Mengikuti data Badan Pusat Statistik mengenai kemiskinan di Sumba, sangat mengiris hati. Sumba Barat sebagai yang paling miskin diantara Kabupaten-kabupaten yang lain memiliki angka penduduk miskin 43,78%, hampir setengah dari penduduknya. Artinya di negara dunia ketiga :Indonesia yang dianggap miskin oleh negara lain, ada daerah-daerah di bangsa kita, yang kita sendiripun anggap miskin.


Kebutuhan NTT, bahkan pulau Sumba ini saja: salah satu dari gugusan pulau NTT, sangat besar secara jasmani dan rohani. Siapa saya untuk memberkati pulau ini ? Saya benar-benar merasa tidak cukup. Yang saya tahu Tuhan telah pimpin saya ke pulau ini dan itulah yang cukup. Kasih KaruniaNya atas saya, itu cukup. Dan saya mulai melakukan apa yang saya bisa – apa yang biasa saya lakukan di mahasiswa - : saya berdoa, saya kunjungan ke sekolah-sekolah, menetapkan jadwal penginjilan disekolah-sekolah, saya mengajar komputer, saya berkotbah dan Yesus menepati janjiNya. Ketika saya pergi, Dia bersama saya.

Masa-masa itu begitu indah: tangisan pertobatan memenuhi kelas, banyak yang kepenuhan Roh Kudus dan mulai berbicara dalam bahasa baru serta bernubuat, anak-anak SMA yang datang dan mencium tangan saya ketika akan pulang, menampung 8 orang anak dan memuridkan mereka, bahkan memberi makan 23 ekor babi, membersihkan kandangnya, menyikat badan babi, dan dampratan dari orang tua yang anaknya saya layani adalah romansa tersendiri bagi saya. Romansa saya bersama Tuhan Yesus :).

Sering kali saya hanya ditemani 2 orang ke desa-desa yang jauh tanpa listrik, menset generator dan proyektor untuk memutar film Yesus ketika orang desa berbondong-bondong datang ditengah kegelapan malam. Pkerjaan luar, pekerjaan siang, pekerjaan malam membuat saya perlahan-lahan berbadan gelap. Beberapa orang berkata saya mulai mirip orang NTT, dan penampilan saya jadi seperti orang kampung. Tidak apa, disurga saya yang akan tinggal di kota :).

Suatu kali, disuatu daerah pedalaman Kecamatan Kodi, duduk dibelakang pick-up saya melihat kearah gunung-gunung dan bertanya-tanya dimanakah Bandung itu. Jujur, hari itu adalah hari yang sangat berat. Tekanan pelayanan, tekanan finansial, rasa letih membuat saya bertanya-tanya kenapa Tuhan begitu istimewakan saya untuk tinggal di tempat terpencil ini sementara banyak rekan saya tidak perlu hidup demikian.

Saya menangis dan menangis dihadapan Tuhan. Kemudian Roh-Nya memperlihatkan betapa beruntungnya saya. Saya ingat dengan tabungan hasil kerja, saya telah berangkat ke Sumba – sebagai misionari tanpa gaji dari lembaga manapun. Setelah semua perongkosan tabungan saya tinggal 2 juta rupiah. Hari itu saya duduk diatas pick-up pelayanan yang kita tidak dapat dari kirim proposal dan mengemis kiri-kanan. Cukup beruntung, bukan ? Sementara rekan-rekan hamba Tuhan lain masih naik sepeda ontel menyisiri lereng pegunungan mencari satu jiwa.

Namun lebih dari berkat finansial, saya mulai mengingat wajah-wajah dari ribuan anak SMA yang sudah saya layani – banyak dari mereka berkuliah hari ini, puluhan desa yang telah saya kunjungi, ratusan orang yang telah kita ajar komputer, puluhan pendeta yang diberkati dengan pelayanan Injil kita dan rasa capek saya sudah terbayar. Bahkan ketika saya menulis artikel ini, saya sedang ada di Sumba menyelesaikan beberapa urusan administrasi pelayanan, dan kita diberikan kesempatan untuk menabur beberapa kardus baju bekas, satu kardus buku pelajaran dan beberapa ratus majalah Get Fresh untuk pelayanan-pelayanan pedesaan. Kemuliaan bagi Tuhan ! Yesus Kristus layak untuk menerima hadiah atas penderitaanNya di kayu salib.

Satu hal yang saya pelajari : agama Kristen tidak sanggup mengubahkan Sumba. Hanya Kristus yang sanggup ubahkan Sumba. Di NTT, gereja ada setiap sekian ratus meter. Tapi kehidupan moralitas didalam dan diluar gereja adalah sama. Gereja menjadi bagian dari tradisi. Ibadah tanpa kekuatan untuk meluruskan kehidupan moralitas. Inilah yang membuat NTT semakin bertambah buruk. Tanggung jawab ada pada gereja. Karena gereja tidak lagi memberikan teladan kehidupan moral yang benar, gereja bahkan menjadi ajang politik dan sosial bagi sebagian orang. Sehingga garam yang tidak berasa itu akhirnya dibuang dan diinjak-injak orang.

Adalah bagian kita, mahasiswa untuk mengkotbahkan Yesus yang memanggil orang berdosa pada pertobatan. Yesus mati untuk dosa kita supaya kita mati terhadap dosa kita. Seradikal mungkin, setidak kompromistis mungkin. segiat mungkin, kita mengabarkan kabar ini dan memperlihatkan Kristus, melalui kehidupan pribadi kita yang kredible dan berintegritas. Dunia akan menentangnya, teman-temanmu yang tidak kenal Tuhan berusaha mencibirnya. Tapi mereka membutuhkannya. Mereka bahkan menjadi orang pertama yang akan menginjak kita apabila kita berhenti mengabarkan Yesus yang membenci dosa, dan apabila kita mempraktikkan kehidupan moralitas yang bercela.

Maz 117:1 berkata : Pujilah Tuhan hai segala [suku] bangsa. Mari berikan alasan bagi suku-suku bangsa untuk memuji Dia. Mari menyebarkan kekaguman akan Tuhan di generasi kita. Mari bertandinglah dalam kehidupan iman yang benar ! Mahkota surgawi menunggu kita.

B’Parl

Tidak ada komentar:

Yang Paling Banyak Dibaca